Aturan Lamban, Hak Korban Terancam

Kinerja pemerintah dan DPR dalam menghasilkan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP) dinilai lamban. Hampir dua tahun sejak UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme versi revisi) disahkan, baru satu peraturan pelaksana yang selesai disusun oleh pemerintah.

Penilaian ini dikemukakan oleh peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitahsari. Menurut dia, masih ada dua peraturan pelaksana lainnya yang diamanatkan oleh UU Terorisme untuk segera diterbitkan oleh pemerintah maupun DPR, yaitu PP tentang tata cara ganti kerugian untuk korban dan Peraturan DPR tentang Pembentukan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme (TPPT).

Tita, demikian sapaan akrabnya, mengutip Pasal 46B UU No. 5 tahun 2018 yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksana harus dibentuk dalam waktu satu tahun sejak undang-undang tersebut disahkan, yakni Juni 2018. Namun hingga kini pemerintah baru menyelesaikan satu peraturan pelaksana yaitu PP No. 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan yang disahkan pada 13 November 2019.

Baca juga Perlindungan HAM Korban Terorisme

“Kesimpulannya, selama masa satu tahun sebagaimana diamanatkan oleh UU Terorisme, tidak ada satu produk peraturan pelaksana pun yang dibuat oleh pemerintah,” ujar Tita seperti dikutip laman gresnews 21/02/2020. 

ICJR berpendapat, pemerintah saat ini perlu memprioritaskan penerbitan PP tentang mekanisme ganti kerugian untuk korban, sebab terdapat batas waktu untuk mengajukan permohonan ganti rugi tersebut, yakni maksimal tiga tahun sejak UU Terorisme diundangkan. “Apabila hingga Juni 2021 PP tersebut belum tersedia, para korban akan kehilangan haknya untuk mendapatkan ganti kerugian,” ucapnya.

PP tersebut menjadi pedoman teknis bagi pemerintah untuk memenuhi hak-hak korban tindak pidana terorisme, yakni kompensasi, bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis. Mekanisme yang akan diatur meliputi tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, serta pembayaran kompensasi dan restitusi.

Baca juga Negara dan Kompensasi Korban Terorisme

“Soal PP tentang hak korban itu memang sangat mendesak sekali untuk segera dibuat, karena sampai sekarang ini banyak korban terorisme yang masih kesulitan untuk proses penyembuhannya, karena mekanisme untuk ganti kerugiannya tidak ada, jadi susah kalau mau minta bantuan untuk keperluan berobat,” ujar Tita.

Kemudian terkait dengan Peraturan DPR tentang TPPT, hingga saat ini masih belum ada pembahasannya di lingkungan DPR. Padahal, dengan adanya Tim Pengawas tersebut seharusnya kerja-kerja Pemerintah untuk isu terorisme dapat dilakukan pengawasannya oleh DPR, termasuk terhadap pembuatan peraturan pelaksana yang telah melebihi batas waktu yang ditentukan.

“Pemerintah dan DPR harus segera membuat dua peraturan pelaksana UU Terorisme di atas. Selain mengancam hak para korban untuk mendapatkan ganti kerugian, tidak tersedianya peraturan pelaksana juga jelas akan menghambat kerja-kerja penanggulangan terorisme di Indonesia,” katanya. [MSY]

Baca juga Terorisme Pasca-UU Nomor 5 Tahun 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *