05/04/2021

Ekstremisasi Via Jagat Maya

Aliansi Indonesia Damai- Ekstremisme kekerasan makin masif disebarluaskan lewat jagat maya. Narasi ekstrem dianggap relatif lebih mudah dan efektif disebarluaskan kepada khalayak melalui internet, khususnya media sosial (medsos), sebab dapat menerobos sekat batas geografis daerah bahkan negara.

Pernyataan itu diungkapkan oleh Solahudin, peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang digelar AIDA secara daring, medio Maret silam. Solahudin menyoroti perkembangan gerakan ekstrem yang saat ini lebih gencar dilakukan di jagat maya.

Baca juga Pelaku Teror Tak Pikirkan Korbannya

Menurut dia, jika kelompok ekstrem di masa lalu cenderung melakukan perekrutan secara offline lewat pertemuan langsung, maka saat ini perekrutan lebih banyak dilakukan secara online, dan umumnya disebarluaskan lewat platform medsos seperti telegram, facebook dan whatsapp. Faktanya, banyak orang bergabung dalam jaringan ekstrem, bahkan rela hijrah ke wilayah konflik, lantaran propaganda di jagat maya. “Mereka menilai sosial media ini mudah dan murah,” katanya.

Beralihnya ekstremisasi ke jagat maya juga dipicu munculnya UU Terorisme tahun 2018 yang dianggap cukup ketat dalam mencegah dan menanggulangi rencana aksi-aksi terorisme. “UU ini dibuat agar aktivitas offline itu sulit dilakukan dan dapat dipidana. Akhirnya mereka lari ke media sosial,” ujar salah satu Pembina AIDA ini.

Baca juga Rahasia Ikhlas Memaafkan

Selain itu, Solahudin juga membeberkan fenomena keterlibatan perempuan dan anak-anak dalam rentetan aksi terorisme mutakhir. Hal itu tak lepas dari strategi kelompok ekstrem untuk mengelabui petugas keamanan sekaligus memancing para lelaki ekstremis agar lebih berani melakukan teror. “Itu provokasi pada ikhwan. Perempuan aja berjihad, masak laki-laki tidak berani,” ungkapnya.

Di sisi lain, munculnya pelaku perempuan dan anak juga suatu strategi untuk mendapatkan perhatian luas dari media. Keterlibatan perempuan dan anak dinilai dapat mendapatkan perhatian luas masyarakat karena tidak lazim di era sebelumnya. “Kurang lebih ingin mendapat perhatian luar biasa dari media. Kalau laki-laki ngebom dan bunuh diri itu biasa, tetapi kalau perempuan dan anak-anak itu luar biasa,” katanya.

Baca juga Keluwesan dalam Beragama

Kendati demikian, Solahudin meminta mahasiswa untuk tidak terjebak pada penampilan dan simbol pakaian seseorang. Menurutnya terorisme tidak identik dengan penampilan fisik. Beberapa pelaku teror berasal dari berbagai latar belakang dan tidak terkait sama sekali dengan penampilannya. “Kita jangan mudah terprovokasi kepada laki-laki berjenggot dan perempuan yang bercadar. Belum tentu mereka teroris,” katanya menegaskan. [AH]

Baca juga Inspirasi Kisah Hidup Korban Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *