Berbagi Kisah Pertobatan Mantan Teroris di SMAN 1 Kraksaan
“Puncak radikalisme saya adalah ketika saya mengumpulkan keluarga, dan saya mengkafirkan mereka satu per satu.”
Aliansi Indonesia Damai– Sejumlah siswa SMAN 1 Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, tampak melongo ketika mendengar kata-kata itu. Choirul Ikhwan, mantan teroris yang dihadirkan oleh AIDA, mengungkapkannya dalam Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh,” beberapa waktu silam. Irul, demikian sapaan akrab Choirul, membagikan kisah perjalanannya bergabung dalam kelompok ekstremis hingga kemudian bertobat.
Baca juga Penyintas Bom Menginspirasi Siswa SMK Turen Malang
Salah satu faktor yang mengakibatkan dirinya terjerumus masuk dalam kelompok ekstremis adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian dari keluarganya, khususnya orang tua. Saat bergabung dalam kelompok ekstremis, Irul justru menemukan kehangatan. Irul tak menyangka bahwa kelompok tersebut ternyata membawanya pada sebuah lubang pahit kehidupan.
Usai mengkafirkan seluruh keluarganya, termasuk ibunya sendiri, Irul meninggalkan rumah. Ia bertekad meniti jalan jihad dalam arti kekerasan. Bersama dengan sejumlah temannya yang tergabung dalam Jamaah Taliban Melayu (JTM) Irul terus melakukan pelatihan fisik, perakitan senjata api, dan percobaan pembuatan bom. “Ketika ada bom di Cirebon, beberapa teman saya tertangkap, saat itu nama saya mulai masuk daftar DPO. Beberapa aktivitas saya mulai diketahui aparat,” tuturnya.
Baca juga Gema Perdamaian dari SMK Sunan Ampel Malang
Karena merasa tidak aman, Irul memutuskan hijrah ke luar Jawa dan bersembunyi di daerah pedalaman Mamuju, Sulawesi Barat. Di masa persembunyian itu, Irul bermimpi bertemu dengan ibunya. Awalnya ia menganggap hal itu sekadar bunga tidur sebab sudah bertahun-tahun tak bertemu keluarga. Namun setelah tiga malam berturut-turut mengalami mimpi yang sama, ia merasakan kerinduan mendalam kepada sosok ibunya. Ia kemudian menghubungi keluarganya di Madiun. Dari situ ia mendapatkan informasi bahwa ibunya telah meninggal beberapa jam sebelumnya.
“Saya merasa sangat terpukul saat itu. Hal itu menjadi salah satu titik balik bagi saya. Saya mulai mempertanyakan apakah yang selama ini saya yakini adalah benar,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Baca juga Menyalakan Suluh Perdamaian Melalui Kisah Mantan Teroris dan Korbannya
Sebelum mengakhiri kisahnya di hadapan para siswa, Irul berpesan agar para siswa selalu berpikir positif kepada keluarga. “Saya berpikir bahwa saya tidak mendapat kasih sayang, ternyata itu hanya perasaan saya. Mereka sangat sayang kepada saya dengan cara yang tak saya sadari. Buktinya ketika saya tertangkap kemudian kembali, mereka mau menerima saya apa adanya, bahkan sangat mendukung saya kembali pada mereka,” katanya.
Di akhir sesi, salah satu siswa SMAN 1 Kraksaan mengaku mendapat pelajaran berharga dari kisah Irul. “Saya belajar bahwa kita harus selalu bisa berdamai dengan diri sendiri dan percaya bahwa keluarga adalah sumber kasih sayang untuk kita bagaimana pun keadaannya,” tutur siswi kelas X tersebut. [LADW]
Baca juga Suara Korban yang Jarang Terdengar