11/08/2020

Heroisme Dapat Memicu Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Salah satu faktor pendorong individu bergabung dalam jaringan ekstremisme kekerasan, hingga kemudian melakukan aksi teror, adalah sikap heroisme yang berlebihan.

Pernyataan ini diungkapkan oleh Hasibullah Satrawi, penulis buku La Tay’as: Jangan Menyerah, Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya (2018), dalam diskusi dan bedah buku karyanya yang diikuti oleh puluhan mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, akhir Juli silam. Kegiatan digelar oleh AIDA bekerja sama dengan Eksekutif Mahasiswa Unibraw secara daring.

Baca juga Mewaspadai Propaganda Daring Ekstremis

Menurut Hasib, sapaan akrab Hasibullah, dari pengalamannya bergaul dengan banyak mantan pelaku ekstremisme kekerasan, sikap heroisme memunculkan kebanggaan dalam diri mereka karena merasa sedang berjuang melawan ketidakadilan. Sikap tersebut dipicu oleh keprihatinan dan kepedulian melihat saudaranya yang seagama terzalimi.

“Kepedulian inilah sebagai salah satu contoh heroisme mereka. Mereka mengorbankan hidupnya bertahun-tahun untuk pelatihan militer, mereka lepas dari keluarga. Kalau ditanya itu untuk siapa? Mereka akan jawab itu bukan untuk saya tapi untuk umat, untuk masyarakat,” kata Hasib.

Baca juga Virus Ekstremisme Tak Kenal Sasaran

Sikap heroisme tersebut dibungkus dengan idiom jihad. Oleh sebab itu kelompok ekstremis sering melabeli diri mereka sebagai mujahidin (para pejuang). “Jadi ikhwan-ikhwan ini bukan orang yang kurang akal atau orang gila. Justru mereka  adalah orang yang sempurna, yang dalam keadaan tertentu ingin melakukan sesuatu  terhadap ketidakadilan itu,” tuturnya.

Ketidakadilan yang dimaksudkan terjadi di wilayah-wilayah konflik, baik itu di Timur Tengah maupun di dalam negeri. Realitas tersebut memunculkan kepedulian di kalangan ekstremis sehingga muncul keinginan untuk melakukan perlawanan. Namun karena mereka membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan yang serupa, maka yang terjadi adalah ketidakadilan dan kekerasan baru.

Baca juga Rentan Menjadi Ekstremis

Dalam hemat Hasib, ketidakadilan itu memang benar terjadi. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut apakah ketidakadilan tersebut ada unsur kepentingan politik di baliknya, atau murni unsur agama.

Melalui buku karyanya, Hasib mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bisa mengambil ibroh (pembelajaran) dari kisah-kisah perjalanan mantan pelaku dan korban terorisme. Tidak seharusnya ketidakadilan dibalas dengan ketidakadilan yang lain. “Ketika kekerasan terjadi, maka akan merusak fisik bahkan dunia. Niat baik jika tidak dikaji lebih lanjut, jangan-jangan makin jauh dari tujuan,” ucapnya memungkasi paparan. [LADW]

Baca juga Kekerasan Hanya Menumbuhkan Masalah Baru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *