12/08/2020

Menyingkap Akar Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Dalam kegiatan “Diskusi dan Bedah buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang digelar AIDA secara daring bersama mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya, Kamis (6/8 2020) lalu, salah seorang peserta bertanya, “Apa sebenarnya gen atau akar dari terorisme? Apakah sosio-ekonomi, ketimpangan kelas, politik atau ada faktor lainnya?”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Solahudin, peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikologi UI yang menjadi salah satu narasumber kegiatan, mengungkapkan bahwa pelaku tindak terorisme tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal.

Baca juga Menjaga Kampus dari Ekstremisme

Jika problem ekonomi dianggap sebagai faktor pendorong individu terlibat terorisme, faktanya banyak narapidana terorisme yang tidak tergolong miskin. “Ada banyak pelaku justru tergolong orang-orang mampu,” katanya.

Begitu pula faktor pendidikan. Solah, sapaan akrab Solahudin, mencontohkan salah satu pelaku Bom Bali, Dr. Azhari, yang berpendidikan tinggi dan menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Malaysia. Namun nyatanya, jenjang pendidikan tidak menjamin seseorang kebal dari virus terorisme.

Baca juga Mewaspadai Propaganda Daring Ekstremis

Dalam pandangannya, seseorang bisa tertarik ke dalam jaringan terorisme lantaran satu faktor, namun kemudian ada faktor lanjutan lain yang mengikutinya. “Misalnya seseorang mempunyai masalah ekonomi maupun masalah lainnya. Setelah itu dia memutuskan bergabung dengan kelompok teror karena merasa kelompok tersebut berhasil menyelesaikan masalah yang ia alami,” ujarnya.

Pengalaman pribadi Ali Fauzi, mantan anggota Jamaah Islamiyah yang pernah terlibat dalam pertempuran bersama kelompok Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Filipina menunjukkan variasi faktor pendorong yang lain. Dalam kesempatan yang sama, Ali mengungkapkan bahwa dirinya bergabung jaringan ekstremisme lebih karena faktor kekeluargaan (kinship) dan faktor pertemanan (friendship). “Saya diajak kakak-kakak saya yang lebih dulu bergabung,” katanya.

Baca juga Elemen Utama Propaganda Ekstremisme

Sosok yang dimaksud Ali adalah tiga orang pelaku Bom Bali, yaitu Ali Ghufron alias Mukhlas, Amrozi, dan Ali Imron.

Berdasarkan pengalaman Ali, Solah mengingatkan agar mahasiswa cermat memilih kelompok pertemanan agar tidak terjerumus pada aksi-aksi yang merusak dirinya sendiri maupun kehidupan sosial. [SWD]

Baca juga Mewaspadai Penganut Takfiri Kekerasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *