24/10/2020

Menghindari Doktrin Kekerasan

Aliansi Indonesia Damai-“Usia kami usia remaja yang masih labil sehingga mudah terdoktrin. Lalu bagaimana agar kita tidak mudah terdoktrin?” Pertanyaan tersebut disampaikan seorang peserta kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama menjadi Generasi Tangguh” yang dilaksanakan AIDA secara daring di MAN 2 Klaten, Jawa Tengah, sepekan silam.

Pertanyaan tersebut terlontar setelah menyimak penuturan mantan pelaku ekstremisme kekerasan, Sumarno. Menanggapi pertanyaan itu, Sumarno, mewanti-wanti agar generasi remaja belajar agama secara serius dengan bimbingan guru yang mu’tabar (otoritatif) dan memahami betul kandungan Al-Qur’an dan Sunnah, tidak sekadar mengikuti tren.

Baca juga Kepala SMKN 1 Klaten Dorong Siswanya Terlibat Perdamaian

“Untuk menghindari doktrin-doktrin yang menyeleweng dan menyesatkan, maka kita harus memilih guru yang jelas keilmuannya, seperti para ulama yang ada di MUI, Muhammadiyah, atau NU (Nahdlatul Ulama: red),” ujarnya.

Lebih dari itu, remaja harus menghindari kelompok/organisasi yang menghalalkan segala cara  untuk mencapai tujuannya, termasuk kekerasan. Ia juga mengimbau agar remaja bijak dalam menggunakan media social, karena kini tak sedikit orang memutuskan bergabung dengan kelompok ekstrem setelah belajar dari dunia maya.

Baca juga Tak Cacat Ilmu

Dalam kesempatan yang sama, Hasibullah Satrawi, Ketua Pengurus AIDA, meminta para pelajar dapat mengidentifikasi doktrin-doktrin kelompok ekstremis. Menurut dia, pada umumnya ajaran ekstremisme berbeda dengan ilmu yang disampaikan oleh para guru di sekolah dan kebanyakan tokoh agama di Indonesia.

“Misalnya, silakan hormat kepada orang tua, asal masih satu keyakinan dengan kita. Itu sudah nyeleneh. Karena orang tua harus dihormati meskipun beda keyakinan dengan kita. Kita harus memerlakukannya dengan baik, muamalah hasanah,” katanya memisalkan.

Hasibullah menyatakan, apabila para pelajar mempunyai teman yang sudah terjerumus ataupun tertarik dengan ajaran ekstrem, para pelajar dapat menghubungi AIDA. Supaya dapat dicarikan solusi bersama dengan tokoh-tokoh yang otoritatif terhadap ideologi serta dampak ideologi kekerasan tersebut.

Baca juga Semangat Damai dalam Perbedaan

“Kita tidak cukup hanya dengan menyalahkan, tetapi juga harus ‘mensalehkan’ untuk membuat seseorang sadar bahwa aksi kekerasan dari doktrin ekstrem tersebut hanya akan menimbulkan dampak yang merugikan saudaranya sendiri,” tuturnya.

Ia berpesan agar para pelajar tak usah mengikuti tren tanpa memahami persoalan secara mendalam. Contohnya, hari-hari ini tengah marak seruan untuk mengikuti unjuk rasa yang sebagian berujung kerusuhan. “Usia kalian adalah usia pembelajar. Belajar yang benar dan mengukir prestasi adalah cara yang tepat agar kelak dapat menjadi orang yang berkeadilan.” ucapnya memungkasi. [FL]

Baca juga Meneladani Kisah Korban Bom Bali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *