19/10/2020

Tak Cacat Ilmu

“Surya tenggelam ke arah barat
Senja hari merah cahayanya
Jika ingin dapat dunia akhirat
Ilmu dan amal adalah kuncinya”

Aliansi Indonesia Damai- Sepenggal pantun disampaikan oleh Hasyim Asyari, Kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Klaten, dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama menjadi Generasi Tangguh” yang diselenggarakan AIDA secara daring pada Kamis (15/10/2020).

Hasyim menasehati siswa-siswinya agar tekun dalam mencari ilmu serta melakukan amal saleh. Karena keduanya adalah bekal hidup di dunia dan akhirat. Pesan tersebut selaras dengan inspirasi yang disampaikan oleh Susi Afitriyani alias Pipit, korban Bom Kampung Melayu 2017, yang menjadi narasumber kegiatan.

Baca juga Pesan Ketangguhan SMAN 1 Gemuh Kendal

Pada 24 Mei 2017 malam, Pipit hendak pulang ke indekosnya selepas mengikuti kuliah. Karena berniat pulang kampung ke Brebes Jawa Tengah, ia bersama seorang temannya mampir ke minimarket di kawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur untuk membeli tiket kereta. Setelahnya ia menunggu angkutan umum di dekat halte bus Transjakarta. Namun tiba-tiba ledakan keras terjadi.

Pipit mengalami luka parah di bagian lengan kanannya. Walhasil ia harus menjalani serangkaian perawatan cukup lama. Meskipun luka-lukanya telah sembuh, tangan kanannya tak berfungsi normal seperti sedia kala.

Baca juga Meneladani Kisah Korban Bom Bali

Meski sempat terpuruk karena kondisi fisiknya yang tak lagi sempurna, Pipit bertekad melanjutkan apa yang menjadi cita-citanya sejak lama: meraih gelar Sarjana. “Saya boleh cacat fisik, tapi saya tidak boleh cacat ilmu,” ujarnya.

Semangat Pipit bangkit dari keterpurukan memancing pertanyaan beberapa peserta. Salah seorang siswa menanyakan tentang hal-hal yang dilakukan Pipit untuk bangkit dari keterpurukannya.

Pipit menjelaskan bahwa ia selalu berusaha menjadi orang yang bersyukur, tidak menyimpan amarah dan dendam. Lebih dari itu ia mengisi hidup dengan kegiatan-kegiatan yang positif, seperti membagikan pengalamannya sebagai korban kekerasan, agar semua orang mengetahui dampaknya yang merusak, sehingga dapat menghindari jalan kekerasan.

Baca juga Semangat Damai dalam Perbedaan

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus AIDA, Hasibullah Satrawi, menggarisbawahi pernyataan Pipit ‘tidak mengapa cacat secara fisik asal tidak cacat secara ilmu’. Menurut dia, ilmu yang paling cacat adalah ilmu yang tidak memberikan manfaat sama sekali, namun justru menyengsarakan banyak orang. Misalnya ilmu yang diajarkan oleh organisasi terorisme yang menghasilkan serangkaian aksi-aksi kekerasan yang merusak peradaban.

“Bukan justru membawa manfaat, namun justru membuat orang terluka bahkan kehilangan nyawa, membuat seorang anak jadi yatim, membuat seseorang harus kehilangan sosok yang mereka kasihi,” katanya.

Hasib berpesan agar para siswa menjauhi kelompok-kelompok yang gemar menggunakan kekerasan atas nama apa pun. [FL]

Baca juga Motivasi Kebangkitan dari Korban Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *