26/10/2020

Berbagi Ketangguhan kepada Siswa SMKN 1 Tulung Klaten

Aliansi Indonesia Damai-Prinsip kesabaran saat menghadapi musibah dan ketangguhan melewati masa-masa sulit sangat penting dalam menjalani hidup. Terlebih dalam situasi pandemi seperti sekarang.

AIDA berupaya menghadirkan semangat ketangguhan kepada puluhan siswa SMKN 1 Tulung, Klaten, Jawa Tengah, melalui kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang dilaksanakan secara daring pada Rabu (21/10/2020). Dalam kegiatan ini, dua orang anggota Tim Perdamaian AIDA, Nanda Olivia Daniel (Korban Bom Kuningan 2004) dan Choirul Ikhwan (mantan narapidana terorisme), membagikan kisahnya kepada para peserta.

Baca juga Menghindari Doktrin Kekerasan

Nanda Olivia menuturkan bahwa peristiwa ledakan di depan kantor Kedutaan Besar Australia, 16 tahun silam, membuatnya menjadi difabel. Ibu jari tangannya mengalami cedera fatal sehingga kini tak bisa berfungsi lagi. Nanda mengaku sempat lama memendam amarah dan dendam kepada para pelaku terorisme. “Saya merasakan marah dan dendam, campur aduk, saat pertama kali dipertemukan dengan mantan pelaku. Namun saya memaafkan, tapi bukan untuk mereka, untuk (kebaikan; red) diri saya sendiri,” ucapnya.

Ia teringat kepada pesan ibunya, bahwa Tuhan tidak akan menguji seseorang di atas dari kemampuan hamba-Nya. “Ini yang selalu diajarkan oleh ibu saya. Agar tidak menyerah dan Tuhan tidak akan menguji di atas ambang batas kemampuan hamba-Nya,” ujarnya.

Baca juga Kepala SMKN 1 Klaten Dorong Siswanya Terlibat Perdamaian

Sementara Choirul Ikhwan telah menginsafi kesalahannya bergabung dalam kelompok terorisme. Ia mengungkapkan permintaan maafnya kepada para korban bom. “Saya merasa sangat rendah di hadapan mereka. Apa yang dahulu diyakini kelompoknya, ternyata berdampak besar bagi para korban,” tuturnya.

Menurut Irul, sapaan akrab Choirul Ikhwan, pertemanan dan film-film tentang peperangan menjadi pintu masuknya ke dalam jaringan ekstremisme kekerasan. Hal yang tak disadari oleh kelompoknya dahulu adalah aksi-aksi kekerasan ternyata berdampak besar pada kehidupan orang-orang tak bersalah. Ia dan teman-temannya tak pernah membayangkan jatuhnya korban-korban yang tak bersalah.

Baca juga Tak Cacat Ilmu

Dalam kesempatan yang sama, aktivis perdamaian, Farha Cicik Assegaf, mengajak generasi muda untuk terus menggali nilai-nilai yang terdapat dalam diri penyintas untuk disebarkan kepada lingkungan terdekat seperti keluarga dan teman sebaya. Cara yang sederhana adalah memberikan perasaan damai kepada orang-orang terdekat.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Pengurus AIDA, Hasibullah Satrawi. Kisah penyintas dan mantan pelaku memberikan pelajaran bahwa memaafkan adalah langkah terbaik. Praktiknya tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. “Dari kisah mantan pelaku, kita bisa belajar bahwa berbuat kesalahan adalah sifat manusia. Namun sebaik-baik mereka adalah yang mau mengubah dirinya menjadi lebih baik,” katanya. [FS]

Baca juga Semangat Damai dalam Perbedaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *