06/01/2021

Tantangan Baru Perlindungan Korban Terorisme

Selamat datang di tahun 2021. Tahun yang akan menandai sejauh mana para korban terorisme masa lalu mengecap hak konstitusional mereka. Kita tentu berharap agar sebelum masa tenggat Juni 2021, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah mendata seluruh korban terorisme masa lalu dan segera memberikan hak kompensasi mereka.

Bersyukur, 2020 kita akhiri dengan pemberian kompensasi bagi 215 korban terorisme masa lalu yang diserahkan langsung secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo. Diharapkan para korban dapat memanfaatkan dana tersebut dengan penuh rasa syukur dan makin ikhlas dengan “musibah” yang pernah menimpa.

Baca juga Menyegerakan Kompensasi Korban Masa Lalu

Pada tahun 2020 sejumlah regulasi tentang pemenuhan dan perlindungan bagi korban terorisme dikeluarkan dan diimplementasikan oleh pemerintah. Dimulai dari PP No. 35 tahun 2020 pada Juli 2020. Disusul kemudian keluarnya Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) Penghitungan Kompensasi Korban Tindak Pidana Terorisme pada September 2020. Kedua regulasi tersebut menjadi panduan teknis bagi pemberian kompensasi kepada 215 korban tersebut. Itu artinya pemerintah bekerja cukup cepat. LPSK sebagai Lembaga yang berwenang dalam perlindungan dan pelayanan korban terorisme makin dipercaya oleh negara dan publik dalam memberikan layanan kepada korban terorisme.

Tetapi itu semua belum menjadi akhir perjuangan para penyintas terorisme dan pembela hak korban (victims’ rights defenders). Juga masih merupakan Langkah-langkah awal dari LPSK dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Sebab aksi terorisme di tahun 2020 masih terus terjadi di beberapa tempat, bahkan yang paling tragis terjadi di Sigi Sulawesi Tengah.

Baca juga Mengawal Implementasi PP Hak Korban

Modus dan taktik aksi terorisme yang terjadi di wilayah tersebut membuat korban tidak lagi bersifat acak, melainkan sudah mendekati target-target tertentu di masyarakat. Hal ini membuat kehidupan masyarakat sekitar pegunungan Biru Sulawesi Tengah tidak damai. Sewaktu-waktu dapat menjadi korban aksi terorisme (viktimisasi primer) dan atau kesalahan kebijakan (viktimisasi sekunder).

Diperlukan strategi baru perlindungan dan pemenuhan hak korban terorisme. Kebijakan penanggulangan terorisme juga harus mulai mempertimbangkan aspek-aspek dan konteks lokal serta dimensi detail dari perspektif psikologi dan psikososial korban. Advokasi dan pemenuhan korban tidak lagi semata tentang implementasi, melainkan soal-soal yang lebih mendasar dan strategis.

Baca juga Mendorong Terobosan Pemenuhan Hak Korban Lama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *