Ketangguhan Mental Modal Kebangkitan
Oleh Muhammad Saiful Haq
Master Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Ketangguhan mental adalah salah satu keteladanan dari para penyintas aksi terorisme. Faktor itu mendorong mereka bangkit dari keterpurukan akibat aksi tak berperikemanusiaan. Tak sekadar pulih dari derita fisik dan psikis, mereka melangkah lebih jauh dengan mengampanyekan perdamaian kepada khalayak luas. Itu semua bukti konkrit bahwa kehidupan para penyintas sarat nilai-nilai ketangguhan.
Tidak mudah meniru hal tersebut. Aksi kekerasan biasanya memberikan dampak panjang. Cedera fisik dan trauma psikis sering membuat orang larut dalam keterpurukan. Tak heran mereka yang telah bangkit disebut sebagai penyintas atau survivor (orang yang bertahan hidup).
Baca juga Tarbiah Perdamaian (Bag. 1)
Survivor dimaknai sebagai orang yang bertahan hidup atau tetap hidup setelah melalui peristiwa pahit yang menelan banyak korban. Artinya para penyintas adalah orang yang benar-benar melalui situasi kritis (hidup mati) dalam hidupnya. Wajar rasanya ia ketakutan, trauma, bahkan merasa terpuruk akibat kejadian tersebut namun kemudian berhasil melepaskannya.
Dari pengalaman penulis bersua dengan dengan para penyintas aksi terorisme, ada beberapa aspek psikologis yang lebih progresif yang telah mereka alami. Salah satunya resiliensi. Dalam kajian psikologi, resiliensi merupakan kemampuan seseorang dalam mengatasi, melalui, dan bangkit setelah mengalami peristiwa berat (kesengsaraan, trauma, tragedi, ancaman, atau sumber stres yang signifikan) dalam hidup.
Baca juga Mengelola Fenomena Clicktivism
Dalam hal kebangkitan korban kekerasan, resiliensi merupakan bentuk ketangguhan seseorang dalam menghadapi kondisi traumatis sehingga mampu mengatasi segala rintangan dengan baik dan dapat memulai hidup kembali.
Lantas bagaimana mengetahui bahwa seseorang telah mengalami resiliensi? Dengan melihat cara seseorang yang telah bangkit mampu menjaga kestabilan emosi/psikis, serta menjaga kemampuan fisik yang ada. Individu yang mengalami peristiwa buruk dan tidak memiliki ciri tersebut bisa dikatakan belum mengalami resiliensi.
Dukungan kebangkitan
Lingkungan memainkan peran penting untuk menumbuhkan resiliensi. Beberapa riset psikologi menunjukkan, dukungan sosial memainkan peran untuk meningkatkan resiliensi seseorang, salah satunya dari Matina A. Amande (2019). Riset berjudul Resilience and Social Support as Predictors of Posttraumatic Stress Disorder Among Internally Displaced Persons in Benue and Taraba States menemukan, bagi seseorang yang mengalami trauma pascakejadian buruk akan merasa lebih baik dengan mendapatkan dukungan sosial (dukungan langsung dan tidak langsung).
Baca juga Perdamaian dari Akar Rumput
Lantas bagaimana kita memberikan dukungan kepada orang lain agar bisa mendapatkan resiliensi. Pertama, dukungan dari keluarga menciptakan rasa aman, nyaman dan peduli, seperti hubungan dekat dengan orang tua yang memiliki kepedulian dan perhatian, pola asuh yang hangat, teratur, dan kondusif bagi pemulihan penyintas, dan menciptakan hubungan harmonis dengan anggota keluarga lain.
Kedua, agar masyarakat di lingkungan penyintas memberikan perhatian dengan cara mendorong keikutsertaan dalam organisasi kemasyarakatan. Ketiga, dukungan sahabat dan teman membantu menumbuhkan kembali faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri penyintas, yaitu kepercayaan diri, self-efficacy, harga diri, termasuk pengembangan bakat.
Baca juga Keniscayaan Perdamaian
Adanya dukungan lingkungan dari keluarga, masyarakat, dan teman terdekat penyintas akan membantu pemulihan dan ketangguhan mental seseorang, terkhusus bagi yang pernah mengalami peristiwa buruk dalam hidupnya.
Dari pengamatan penulis, penyintas terorisme menemukan banyak makna atas peristiwa bom yang menimpa mereka, baik bersifat filosofis atau empiris. Pemaknaan tersebut menjadi modal untuk berdamai dengan diri sendiri.
Kemampuan penyintas menemukan makna-makna dapat kita ambil sebagai inspirasi ketangguhan. Bukan tidak mungkin, kepedihan yang penyintas alami adalah jalan takdir Tuhan menciptakan suri tauladan ketangguhan kepada kita semua, sekaligus menciptakan banyak cinta untuk perdamaian dunia.
Baca juga Arif Menyikapi Bencana