Tarbiah Perdamaian (Bag. 1)
Oleh Fikri
Master Ilmu Politik Universitas Indonesia
Jika Abdullah Azzam (1941-1989), inspirator jihad Afghanistan melawan invasi Uni Soviet, menelurkan gagasan Tarbiyah Jihadiyah (pendidikan jihad) yang telah terbukukan, maka harus ada ide tentang pendidikan perdamaian (tarbiyah salamiyah). Tarbiyah salamiyah bukanlah hendak menandingi Tarbiyah Jihadiyah, tetapi untuk mengingat kembali bahwa tujuan jihad (dalam arti perang) adalah untuk menciptakan perdamaian bagi umat manusia. Sebagaimana Azzam menulis bahwa jihad adalah perkara ibadah yang besar, maka membumikan pendidikan damai menjadi penting dalam rangka menjaga jihad agar tidak keluar dari rel syariat Islam.
Menurut Azzam, faktor penting yang mendasari jihad adalah iman, amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran (Tarbiyah Jihadiyah, jilid 2). Faktor-faktor tersebut penting menjadi rangkaian yang saling mendukung satu sama lain. Seseorang yang berjihad harus mempunyai landasan iman yang kuat dan lurus, mempunyai motivasi amal saleh sehingga tidak ada hawa nafsu yang menyertainya. Lalu penting juga untuk saling mengingatkan satu sama lain dalam kebenaran dan kesabaran, karena perkara jihad melibatkan darah manusia.
Baca juga Mengelola Fenomena Clicktivism
Kemudian bagaimana relevansi tarbiyah salamiyah berkaitan dengan praktik jihad yang belakangan tampak sebagai sesuatu yang penuh anomali. Jawabannya, jika tujuan jihad untuk perdamaian, maka akan ada solusi bagi perdamaian tanpa peperangan. Bagi Azzam, marhalah atau tahapan jihad/perang diharamkan ketika fase Makkah, yaitu ketika umat Islam masih lemah. Pun dilarang membunuh ketika musuh mengucapkan syahadat. Dalam konteks Indonesia misalnya, segala ibadah dan praktik-praktik keislaman masih diperbolehkan, sehingga tidak tepat jika perang menjadi kewajiban.
Maka dari itu, perdamaian menjadi penting agar nilai-nilai Islam dan kemaslahatan umat tetap terjaga. Masalahnya, sebagaimana jihad, perdamaian juga memerlukan pendidikan. Pendidikan dasar dari suatu amalan adalah iman. Perdamaian perlu juga didasari dengan iman. Iman adalah meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Konsep iman tersebut perlu dipahami agar perdamaian disinkronisasi antara hati, ucapan. dan praktik. Tidak bisa dinegasikan salah satunya.
Baca juga Perdamaian dari Akar Rumput
Seseorang menjadi anarkis ketika tidak ada dalam keyakinannya kata perdamaian. Menjadi aneh pula ketika sudah yakin, tetapi tidak pernah diucapkan dan disebarkan menjadi gagasan yang penting. Menjadi sia-sia pula ketika sudah yakin, sudah diucapkan, tetapi tidak diimplementasikan dalam kehidupan.
Dalam kehidupan yang serba terbuka seperti saat ini, ruang persoalan hidup menjadi semakin kompleks dan beragam, baik yang berasal dari internal atau eksternal. Spiritualitas merupakan keniscayaan pada diri manusia. Karena iman ini begitu penting, maka perdamaian harus didasarkan pada konsep tersebut, sehingga kemudian akan menjadi produk kebudayaan.
Baca juga Keniscayaan Perdamaian
Iman dalam pendidikan perdamaian berfungsi sebagai landasan yang menjadi cara pandang manusia untuk memahami dan menafsirkan kehidupan sosial. Bisa juga menjadi pemandu tindakan sosial, inspirasi norma dan nilai sosial, dan motivasi untuk tujuan politik atau sosial kemasyarakatan yang ingin dicapai. Kita bisa melihat bahwa ada orang rela mati demi memertahankan idealismenya, maka hal tersebut bisa terjadi untuk perdamaian.
Praktik tarbiyah salamiyah ini bisa dilihat dari kisah korban aksi terorisme. Banyak korban aksi terorisme yang mengatasnamakan jihad mengalami dampak berat; disabilitas, kehilangan orang yang tersayang, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Korban-korban tersebut secara kemanusiaan mempunyai kesempatan untuk membalas, namun faktanya mereka tidak membalas. Lebih dari itu, mereka justru memaafkan atas apa yang dilakukan oleh para pelaku. Ini fakta. Artinya perdamaian bukan sesuatu yang fiktif, namun bisa terwujud melalui pendidikan dan pengalaman hidup yang dipelajari. (Bersambung)
Baca juga Arif Menyikapi Bencana