03/02/2021

Keniscayaan Perdamaian

Oleh Muhammad Saiful Haqq
Alumni Madrasah Al-Qur’an Tebuireng Jombang

Sukron Makmun dalam bukunya, Moderatisme Islam dalam Konteks Indonesia Kekinian, menceritakan obrolannya dengan Fertiana Santy, mahasiswi program doktoral di Institut d’Études Politiques d’Aix-en-Provence, Perancis. Mahasiswi Indonesia tersebut mengisahkan pengalamannya melihat Perancis yang “kebanjiran” imigran asal negara-negara Timur Tengah, seperti Suriah, Irak, Yaman dan lainnya. Mayoritas mereka beretnis Arab dan beragama Islam.

Pertanyaan menggelitik kemudian timbul di benak penulis. Mengapa para imigran muslim tersebut mengungsi ke Perancis yang sebagian besar penduduknya beragama Nasrani dan Yahudi? Menjadi pertanyaan besar karena mereka meminta pelindungan negara lain dan meninggalkan tanah asal mereka.

Baca juga Arif Menyikapi Bencana

Tentu jika bisa memilih, para imigran tersebut akan tetap tinggal negara mereka. Karena di sana lah tanah air mereka. Namun konflik yang berkecamuk membuat mereka angkat kaki daripada hidup di tengah peperangan. Ketiadaan perdamaian membuat mereka harus menyandang gelar musafir tanpa rumah.

Peperangan dan kekerasan tidak pernah menghasilkan solusi, sekali pun dilakukan dengan tujuan yang mulia. Misalnya Suriah. Cita-cita ISIS menegakkan khilafah Islam yang memberlakukan syariat secara kafah memang tampak mulia. Namun karena diupayakan dengan cara-cara keji, penuh kekerasan, dan tidak berperikemanusiaan, membuat kelompok tersebut menjauhi nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.

Baca juga Mendakwahkan Akhlak

Bagi penulis, apa yang dilakukan ISIS merupakan hal yang sia-sia, karena mengkhianati agama yang mereka perjuangkan. Wajah Islam adalah wajah yang teduh, damai, sehingga membuat orang yang memandangnya berbondong-bondong ingin bersahabat dengannya. Pemeluk agama lain hanya melihat perilaku kita sebagai muslim. Perilaku kita adalah wajah Islam.

Meneladani Rasul

Berkaca dari fakta tersebut, kita harus menjadikan perdamaian sebagai keniscayaan. Terlebih kita di Indonesia yang jumlah penduduk muslimnya terbesar di dunia, namun juga hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain. Walhasil menjadikan damai sebagai keniscayaan meneguhkan image building Islam sebagai agama damai (dinus salam). Contoh ideal tentu saja adalah Rasulullah Muhammad SAW.

Rasulullah dalam mendakwahkan Islam lebih menjadikan damai sebagai prioritas daripada kekerasan atau peperangan. Kita tentu sudah akrab mendengar kisah pilu Rasulullah di bukit Thaif. Penduduk Thaif memerlakukan beliau dengan perlakuan begitu kasar. Kata-kata kotor dan caci-maki diarahkan kepada beliau. Segerombolan orang bahkan melemparinya dengan batu dan tanah. Namun beliau tidak memohon kepada Allah agar membinasakan mereka. Justru malah mendoakan penduduk Thaif diberikan petunjuk.

Baca juga Berjihad Mesti dengan Ilmu

Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan Allah telah mengutus malaikat untuk membalas penduduk Thaif dengan membalikkan gunung ke arah penduduk Thaif. Namun Rasulullah merespons, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.“

Memang dalam sejarah, Rasulullah terlibat perang saat menyebarkan agama Islam. Namun perang tersebut adalah solusi akhir yang ditempuh umat Islam zaman itu. Surat Al-Baqarah ayat 190 jelas menerangkan bahwa perang adalah mekanisme defensif, bukan ofensif. Ketika berperang, Rasul tidak mengedepankan cara-cara yang keji, melainkan tetap berprinsip akhlak mulia.

Baca juga Kerendahan Hati Membangun Perdamaian

Dari kisah Rasulullah di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa menyebarkan syariat Islam memang keharusan, namun bila ditolak kita tidak perlu memaksa apalagi sampai menggunakan cara-cara kekerasan hingga menimbulkan konflik. Karena Islam tidak mengajarkan demikian. Terlebih bila konflik itu justru lahir di daerah berpenduduk muslim. 

Konflik tidak akan menghasilkan solusi, bahkan tidak jarang membuat masalah semakin besar. Konflik tidak hanya merugikan kita sendiri, namun khalayak luas. Mari kita bersama-sama menjadikan damai sebagai prioritas dalam hidup beragama dan berbangsa. Agar kita tidak perlu meninggalkan tanah air kita hanya untuk merasakan kehidupan aman dan damai.

Baca juga Keutamaan Bersikap Kaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *