Membentuk Karakter Ummatan Wasathan
Aliansi Indonesia Damai- KH. Helmi Ali Yafie, Sekretaris Jenderal Darud Dakwah wal-Irsyad, menjelaskan, ummatan wasathan merupakan karakter dasar umat Islam. Karakter ini menjauhkan umat dari fanatisme berlebihan terhadap pemahaman dan kelompok tertentu.
Helmi menjelaskan hal tersebut kepada lebih dari 100 tokoh agama di wilayah Sulawesi yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan “Halaqah Alim Ulama: Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh.” Kegiatan digelar AIDA secara daring pada Kamis (08/07/2021).
Baca juga Sinergi Alim Ulama untuk Indonesia Damai
Menurut Helmi, ciri-ciri ummatan wasathan adalah menghargai kemanusiaan, menghormati perbedaan, dan memiliki pandangan bahwa alam bukan objek yang dieksploitasi berlebihan. Itulah bentuk dari rahmatan lil alamin. Hanya saja pada praktiknya, karakter ummatan wasathan seringkali tergantikan dengan fanatisme kelompok dan lembaga keagamaan.
“Itu karena Islam telah masuk dalam lembaga-lembaga dan institusi, sehingga fanatik bukan terhadap Islam itu sendiri tetapi lembaganya yang memiliki ideologi dalam melihat realitas,” ujar Helmi.
Baca juga Ketangguhan Istri Korban Bom Kuningan
Helmi menyesalkan bagaimana kemudian pendekatan dakwah dan pendidikan dalam lembaga seringkali menampilkan cara-cara mendoktrin, sehingga menimbulkan sikap fanatisme. Hal tersebut perlu digantikan dengan model lain, salah satunya dengan pendekatan ibroh. “Pendekatan ibroh ini belajar dari pengalaman, sehingga mengajak melihat realitas dengan pendekatan metodologi tertentu, itu konsekuensinya,” ujarnya.
Melalui pendekatan ibroh, pendakwah tidak hanya menyampaikan teks agama, tetapi membangun ruang dakwah dua arah kepada jamaah untuk menceritakan pengalaman, menyampaikan pikiran, bersama-sama merenungkan realitas, dan merespons persoalan.
Baca juga Bersinergi Melawan Provokasi Kekerasan
Selain itu, pendakwah bisa terjun langsung melakukan praktik pendampingan masyarakat. Berdasarkan pengalaman Helmi, pendampingan masyarakat akan membuat kita merenungi ayat Tuhan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan oleh Allah yang lahir dengan kondisi baik, lalu dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuknya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk cara beragamanya.
Meski pendekatan ibroh memiliki keterbatasan dalam penerapan skala global, namun ibroh membuat dakwah menjadi aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual dalam arti merespons persoalan kekinian. Dakwah yang demikian sesuai ciri-ciri karakter ummatan wasathan karena mampu menerima perbedaan di tengah masyarakat.
“Hal tersebut membuat kita memiliki empati terhadap perbedaan, perbedaan lembaga tidak jadi masalah, selama kita bisa menghargai dan menghormati perbedaan tersebut,” ujarnya. [MSH]
Baca juga Pentingnya Saling Menyalehkan