24/07/2021

Membina Napiter dengan Narasi Korban

Aliansi Indonesia Damai – Ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme telah mengancam hak masyarakat atas rasa aman. Oleh karena itu, diperlukan strategi komprehensif agar tercipta langkah yang sistematis dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat.

Dalam konteks pembinaan narapidana terorisme (napiter), perspektif korban diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran atas dampak negatif akibat pemahaman dan aksi yang telah dilakukan, sehingga tidak mengulangi tindak pidananya.

Baca juga Dialog Petugas Lapas dengan Penyintas Terorisme

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Thurman SM Hutapea, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan, saat membuka Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme Bagi Petugas Pemasyarakatan secara Daring, yang digelar AIDA bekerjasama dengan Ditjen Pas Kemenkumham, pada Selasa (13/07/2021). Kegiatan diikuti 35 orang petugas dari puluhan Lapas di Indonesia.

Menurut Thurman, perspektif korban dapat memainkan peran penting sebagai narasi alternatif dan kontranarasi dalam penanganan terorisme. Narasi alternatif menawarkan pandangan dunia yang lebih positif untuk melawan paham kekerasan yang dianggap sebagai kebutuhan oleh pelaku terorisme. Sedangkan kontranarasi mendelegitimasi argumen yang umumnya digunakan untuk membenarkan aksi terorisme.

Baca juga Direktur Pemasyarakatan Dorong Penguatan Kapasitas Petugas Lapas

“Pendekatan korban ini sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 2012 dan bahkan sudah digunakan oleh banyak negara sebagai salah satu model praktik terbaik dalam menangani terorisme yang dikenal dengan victims’ voice. Oleh karena itu, pelatihan ini penting untuk memberikan wawasan baru bagi peserta pelatihan,” katanya.

Lebih jauh, dalam hematnya, pendekatan ini sejalan dengan semangat revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan yang menghendaki adanya program pembinaan khusus bagi narapidana berisiko tinggi, termasuk di dalamnya adalah napiter. Program tersebut dapat berjalan dengan baik jika para petugas dibekali dengan keterampilan yang dibutuhkan.

Baca juga Dirjen Pemasyarakatan: Sinergi Korban, Pamong, dan Mantan Napiter

“Untuk mendukung jalannya rehabilitasi dan reintegrasi sosial tersebut, dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus, yang mana dengan kegiatan hari ini diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan kita dalam melaksanakan tugas pembinaan napiter yang komprehensif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Thurman menyadari bahwa petugas yang menangani napiter dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus agar bisa menjaga hubungan baik dengan napiter, karena dapat berkontribusi secara signifikan terhadap keberhasilan program pembinaan.“Hubungan baik juga memfasilitasi terbangunnya trust untuk meruntuhkan penghalang kami (petugas lapas: red) versus mereka (napiter: red), serta ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap aparat hukum,” ucapnya. [WTR]

Baca juga Kemenkumham Beri Penghargaan Kepada AIDA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *