22/09/2021

Dialog Mantan Napiter dengan Siswa SMKN 3 Surakarta

Aliansi Indonesia Damai- AIDA melanjutkan kampanye perdamaian di kalangan pelajar dengan menggelar Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMKN 3 Surakarta, dua pekan lalu. Dalam kegiatan ini, hadir salah satu narasumber inspiratif dari unsur mantan narapidana terorisme (napiter), Sumarno alias Asadullah.

Ia dihukum karena terbukti menyembunyikan senjata dan bahan peledak milik kelompok terorisme. Ia menceritakan awal mula dirinya bisa terjerumus ke dalam kelompok ekstremisme kekerasan. Salah satu faktor pendorongnya adalah lingkungan terdekat. Sumarno tumbuh dan belajar di lingkungan yang eksklusif dan menganjurkan kekerasan.

Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Surakarta dengan Mantan Ekstremis

Namun itu semua telah menjadi masa lalu. Saat ini Sumarno telah bertobat. Ia menyadari bahwa aksi kekerasan bukanlah langkah yang bijak, karena telah menciptakan ketidakadilan baru. Banyak orang tak bersalah menjadi korban. Sebagai bentuk ‘penebusan dosanya’, Sumarno kini aktif mengampanyekan perdamaian bersama dengan korban bom.

Merespons kisah Sumarno, salah satu peserta bertanya perihal ketidakadilan yang disinggung oleh Sumarno. “Jika ketidakadilan tidak boleh dibalas dengan ketidakadilan, lalu langkah seperti apa yang harus diambil agar tidak tercipta spiral kekerasan,” ujarnya bertanya.

Baca juga Siswa SMAN 1 Surakarta Belajar Ketangguhan dari Penyintas Bom

Sumarno menegaskan, Indonesia adalah negara hukum. Oleh sebab itu, apabila seseorang melihat atau merasakan ketidakadilan, maka hendaklah ia menyerahkannya ke ranah hukum. Ini dilakukan agar asas keadilan dapat diraih, sekaligus menghindari jatuhnya korban ketidakadilan yang baru.

“Agama kita (Islam) mewanti-wanti agar kita tidak membalas orang lain secara berlebihan. Apabila kita menjatuhkan hukuman, haruslah adil dengan apa yang kita derita. Oleh sebab itu, kita harus ingat bahwa kita ini berada di negara hukum, maka kembalikan persoalan itu ke ranah hukum. Pendekatan itulah yang lebih baik,” ujar Sumarno.

Baca juga Pesan Perdamaian Pelajar Surakarta (Bag. 1)

Peserta lain menanyakan kiat membentengi diri dari virus ekstremisme. Sumarno mengingatkan, generasi muda saat ini kian rentan terpapar ekstremisme. Musababnya, generasi milenial hidup di masa masifnya penggunaan media sosial. Kelompok ekstrem pun menggunakan media sosial untuk mempropagandakan pemikiran mereka.

“Di dunia maya itu sangat banyak narasi-narasi yang sangat mudah kita akses, namun justru menjerumuskan. Kita harus berusaha menelaah informasi dari sana. Makanya kita perlu bertanya kepada yang lebih tahu, bisa guru atau ulama kita. Sehingga kita terhindar dari pengaruh yang menyeret kita ke arah radikalisme,” demikian pesan Sumarno.

Baca juga Pesan Perdamaian Pelajar Surakarta (Bag. 2- Terakhir)

Di akhir paparan, Sumarno bercerita tentang dukungan warga sekitar terhadap perubahannya kini. Saat masih aktif di jaringan, Sumarno tidak pernah memedulikan masyarakat yang mengucilkan dirinya dan kelompoknya. Namun ketika Sumarno bertobat, warga sekitar menerimanya kembali dengan tangan terbuka. Ia pun sadar betapa pentingnya kehadiran mereka. Sumarno bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang baik. [FAH]

Baca juga Hikmah dari Kehidupan Penyintas dan Pelaku Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *