Penyintas dan Mantan Ekstremis di Mata Pelajar Lampung
Aliansi Indonesia Damai- Korban merupakan pihak yang paling dirugikan dalam setiap aksi kekerasan terorisme. Sebagian mereka harus kehilangan anggota tubuhnya, bahkan tak sedikit yang sakit-sakitan hingga meninggal dunia. Meski demikian, para korban yang selamat mampu menjadi penyintas. Mereka bangkit dari musibah, memilih berdamai dengan keadaan, dan mengampanyekan perdamaian agar tak ada lagi orang bernasib sama dengan mereka.
Sementara di sisi lain, tak semua pelaku terorisme terus terjebak dalam paham dan lingkaran kekerasan. Sebagian ekstremis memilih insaf dan menyadari bahwa perbuatannya telah menyebabkan penderitaan bagi orang lain. Mereka bertobat dan meminta maaf kepada para korbannya, serta bertekad menyebarluaskan perdamaian kepada masyarakat.
Baca juga Memupuk Karakter Damai
Kisah-kisah inspiratif dari kedua belah pihak (penyintas dan mantan pelaku) diharapkan menjadi ibroh (pembelajaran) bagi masyarakat luas, terutama kalangan muda. Untuk itulah AIDA menghadirkan mantan pelaku terorisme dan korbannya dalam “Dialog Interaktif Virtual: Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 16 Bandar Lampung, akhir Januari lalu. Kedua pihak berbagi kisah tentang ketangguhan, pemaafan, dan pertobatan.
Usai kedua belah pihak berkisah, banyak peserta yang menyampaikan pertanyaan dan tanggapannya lewat fitur chat Zoom. Sebagian lain menyampaikan pembelajarannya secara langsung. ”Saya banyak belajar dari kisah korban. Bahwa kita harus tetap semangat, jangan pernah menyerah. Ketika kita ingin menyerah, percayalah Allah selalu bersama kita,” kata salah seorang siswa.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Bandar Lampung (Bag. 1)
Menurut salah satu peserta lain, ada begitu banyak keteladanan yang telah dicontohkan penyintas terorisme. Keteladanan itu tampak dalam makna ketangguhan dan keikhlasan. Meski menderita bertahun-tahun, tetapi penyintas mampu memaafkan pelakunya dan berusaha kuat untuk menafkahi keluarganya seorang diri. “Karena itu kita tidak boleh menaruh benci, apalagi dendam karena alasan apa pun,” tutur pelajar jurusan IPA itu.
Salah seorang siswi dari jurusan IPS juga menyerap pembelajaran dari kisah penyintas. Baginya, memaafkan merupakan kunci dari ketangguhan korban. Setiap musibah tidak perlu terus diratapi, tetapi harus dihadapi dengan tangguh. “Hikmah yang bisa diambil, kita harus ikhlas atas musibah yang sudah terjadi. Selalu berhati-hati, memaafkan, dan terus semangat dengan apa yang akan terjadi ke depan,” ujarnya.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Bandar Lampung (Bag. 2)
Pertobatan mantan pelaku terorisme juga mengandung banyak pembelajaran. Salah satunya tentang kehati-hatian dalam memilih organisasi. Menurut salah satu peserta, generasi muda jangan sampai terjerumus ke dalam organisasi kekerasan. Kalau pun ada pelajar yang terjebak pada kelompok kekerasan, maka tugas rekan-rekan untuk menyelamatkannya.
“Kita harus berhati-hati agar tidak terjebak pada organisasi yang memiliki pemahaman kekerasan. Kita mesti menghormati kepercayaan orang lain yang berbeda dari kita. Kalau ada teman yang kita curigai mengikuti organisasi kekerasan, maka kita harus bisa menasehati dan mengajak mereka agar tidak terjebak dalam jurang ekstremisme. Sehingga teman kita terhindar dari penyesalan di masa depan,” ucapnya. [AH]