18/05/2022

Kisah Penyintas di Mata Pelajar Malang

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menggelar Diskusi Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Bululawang, Malang, beberapa waktu silam. Kegiatan itu menghadirkan kisah-kisah kebangkitan korban (penyintas) terorisme dalam menghadapi kesulitan hidup. Dari kisah penyintas, generasi muda diharapkan lebih peduli terhadap perdamaian Indonesia.

Dalam acara itu sejumlah pelajar mengungkapkan, para penyintas sebagai cerminan pribadi yang tangguh. Sebab mereka mampu bertahan dalam situasi sulit dan pantang menyerah menghadapi ujian seberat apapun. Sebagaimana disampaikan pelajar kelas XI, bahwa penyintas mampu bangkit karena jiwa maaf dan kerelaannya atas musibah yang telah terjadi.

Baca juga Suara Damai Pelajar Malang

“Saya belajar dari penyintas bahwa memaafkan itu memang sulit, butuh kerelaan hati. Tetapi memaafkan adalah bukti dari bentuk kita mengasihi Tuhan kita. Kalau kita mengasihi Tuhan kita, kita juga harus bisa mengasihi makhluk-makhlukNya,” kata pelajar jurusan Ilmu Pengetahuan Alam itu.

Sejumlah pelajar lain juga bersimpati terhadap keadaan penyintas. Mereka tak punya persoalan dengan pelakunya, tetapi harus menerima dampak yang sangat menyedihkan. Seorang pelajar kelas XI mengatakan, setiap musibah akan memberatkan bagi korbannya, apalagi harus kehilangan keluarga. Tetapi lewat kisah penyintas ia meyakini bahwa ketabahan dan ketangguhan adalah kunci keluar dari persoalan itu.

Baca juga Memupuk Ketangguhan Generasi Muda

“Nilai-nilai yang bisa saya ambil dari kisah penyintas adalah ternyata ketika kita mendapatkan cobaan, terlebih harus kehilangan keluarga itu amatlah berat sekali. Tetapi kita tidak boleh berlarut dalam keadaan itu, karena akan semakin memperburuk keadaan,” ujarnya.

Sebagai pelajar ia bertekad akan terus bangkit ketika menghadapi cobaan seberat apapun. Bila ada orang yang melakukan kesalahan, maka tidak benar membalas mereka dengan tindakan yang tidak benar. “Kita harus terus bangkit dalam keadaan apapun. Jangan balas ketidakadilan dengan ketidakadilan, jangan balas kekerasan dengan kekerasan,” ucapnya.

Baca juga Pelajar SMKN 2 Singosari Belajar Ketangguhan

Selain kisah penyintas, AIDA juga menghadirkan kisah-kisah pertobatan mantan pelaku terorisme. Di balik kisah hidup mereka, sejumlah pelajar mengaku menyerap pembelajaran. Seorang pelajar mengatakan, sifat merasa paling benar harus dihindari. Sebab dapat melahirkan pandangan yang melihat orang lain lebih buruk darinya. “Jangan pernah merasa benar sendiri, kita harus saling menghormati satu sama lain,” tandas siswa kelas XI IPA itu.

Kegiatan itu dihadiri oleh tujuh puluhan pelajar dari berbagai kelas dan jurusan. Selain itu turut hadir Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, Drs, Suhartono, M.Pd, yang dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan tersebut. Pihak sekolah berharap kegiatan dapat terus dilakukan karena generasi muda butuh spirit ketangguhan untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh yang negatif. [AH]

Baca juga Spirit Damai Korban dan Mantan Pelaku Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *