Pelajar Promotor Perdamaian Indonesia
Aliansi Indonesia Damai- “Saya sangat berharap kepada anak-anakku semua untuk jadi promotor perdamaian di Indonesia sehingga kita bisa bersekolah dengan aman, dengan baik, tanpa ada gangguan apa pun.”
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Waka Humas SMAN 7 Surabaya, Djoko Soeprianto, saat berbicara dalam Diskusi Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” beberapa waktu lalu. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari safari kampanye perdamaian AIDA kepada kalangan pelajar di Kota Pahlawan. Di samping SMAN 7, Diskusi Interaktif juga diselenggarakan di SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMKN 8 Surabaya. Secara keseluruhan kegiatan Diskusi Interaktif melibatkan 375 siswa dari sekolah-sekolah tersebut.
Baca juga Remaja Penggerak Perdamaian
Selain di Surabaya, selama periode Oktober-Desember lalu, Diskusi Interaktif juga digelar di sejumlah wilayah di Tanah Air. Di antaranya, Bima, Surakarta, Bandung, Malang, Pekanbaru, dan Jabodetabek. Di setiap wilayah, AIDA mengajak para siswa di lima sekolah untuk belajar ketangguhan dengan menyerap hikmah dari kisah korban dan mantan pelaku terorisme.
Salah seorang korban terorisme yang disuguhkan kisahnya ialah Sudirman A. Talib. Ia menjabarkan perjuangannya untuk selamat dari aksi pengeboman di Kuningan, Jakarta Selatan pada tahun 2004 silam. Sudirman yang kala itu bekerja sebagai petugas sekuriti harus rela kehilangan mata kirinya akibat ledakan bom. Dengan segala ketegaran hati, dia mengaku telah ikhlas melalui penderitaan masa lalunya. Ia juga mengatakan tidak ingin menjadi pendendam.
Baca juga Menyemai Damai di SMAN 2 Bima
Kisah inspiratif dari mantan pelaku terorisme, Mukhtar Khairi, juga diketengahkan dalam Diskusi Interaktif. Ia mencapai titik kesadaran setelah melihat praktik beragama rekan-rekannya yang semakin jauh dari esensi ajaran agama itu sendiri. Perubahannya semakin mantap tatkala ditakdirkan bertemu dengan korban bom. “Pertemuan saya dengan para penyintas membuat saya sadar, bukan hanya saya, ikhwan-ikhwan, teman saya menangis setelah mendengar keluh kesah, duka para korban tersebut,” ujarnya.
Kisah korban dan mantan pelaku menginspirasi salah satu peserta Diskusi Interaktif di SMAN 2 Surakarta. Salah satu siswa mengungkapkan, kisah perjuangan korban yang mengalami disabilitas atau kehilangan anggota keluarga menyuntikkan semangat pada dirinya agar menjadi pribadi yang lebih tangguh. “Mereka saja yang terpuruk sedemikian rupa mampu menghadapi masalah dan bangkit kembali. Bagaimana dengan saya yang bukan siapa-siapa dan masih sehat-sehat saja? Saya harusnya bisa sekuat korban,” ujarnya.
Baca juga Pelajar SMAN 1 Belo: Junjung Tinggi Perdamaian
Menurut dia, kisah yang paling menyentuh hatinya adalah para perempuan yang mati-matian menghidupi anak-anaknya seorang diri karena suaminya meninggal dalam peristiwa serangan bom.
Sementara dari kisah mantan pelaku terorisme, siswa tersebut menekankan pentingnya sikap kritis yang membuat pelaku bisa menyadari bahwa paham yang mereka anut sebelumnya salah. “Selama ini mantan pelaku diberitahu oleh pimpinannya untuk tidak menerima ajaran lain selain kelompok mereka. Tapi dengan sikap kritisnya, mantan pelaku berani berdiskusi dengan ustaz atau orang lain. Itu membuka pikiran mereka,” ucap siswa tersebut.
Dalam safari Diskusi Interaktif di Pekanbaru, AIDA menggandeng aktivis perdamaian setempat, Fahmi Suhudi, untuk menjadi fasilitator kegiatan. Pengajar di sebuah pesantren itu menyebutkan, tantangan generasi muda saat ini adalah mengubah kebencian menjadi cinta. “Generasi remaja wajib mewaspadai berbagai ajakan yang menyeru pada aksi kekerasan. Bisa saja itu dibalut paham atau ideologi yang terlihat mengesankan. Namun di balik itu, ibarat jauh panggang dari api, ternyata menimbulkan banyak korban dan berdampak pada kerusakan moral dan fasilitas publik,” katanya. [FKR, FAH, AH]
Baca juga Safari Perdamaian SMAN 1 Woha Bima