Melawan Rasa Takut
Oleh: Khoiruddin Bashori
Dewan Pengawas Yayasan Sukma Jakarta
Tidak sedikit orang menjadi pecundang. Bukan karena sulit dan rumitnya tantangan kehidupan, melainkan lebih karena ketidakberanian untuk melangkah. Mengambil risiko terhadap kemungkinan gagal yang tersedia di hadapan. Risiko hadir bagai momok yang menakutkan dan cenderung dihindari. Miskinnya pengalaman belajar “jatuh-bangun” menyebabkan mentalitas pemiliknya semakin rentan. Keadaan demikian, tentu disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu, berulang kali mendapatkan ancaman mental dan fisik, atau pengalaman traumatis. Trauma masa kecil dapat menyebabkan seseorang tumbuh dengan ketakutan tertentu.
Terdapat dinamika psikologis yang khas, tetapi sering kali kurang disadari oleh pelakunya. Ingin sukses, tetapi takut gagal. Di satu sisi keinginannya untuk berhasil kuat, tetapi di saat yang sama ketakutan akan kegagalan mendera. Pengalamanan penulis berinteraksi dengan sejumlah klien menunjukkan perasaan takut gagal sering keluar sebagai pemenang. Akibatnya, alih-alih sepenuh hati bergerak memperjuangkan keinginan hati, yang lebih sering terjadi justru gagal melangkah. Perasan didominasi awan hitam, yang menutup pandangan hati melihat celah keberhasilan di masa depan.
Waspada atychiphobia
Atychiphobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap kegagalan. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, atyches yang berarti malang. Orang dengan atychiphobia sering menghindari situasi ketika dilihat terdapat potensi kegagalan, seperti ujian, wawancara kerja, atau hendak memulai usaha. Rasa takut gagal juga dapat melebar ke hal lain. Ragu menyatakan isi hati kepada lawan jenis karena takut ditolak. Khawatir kariernya akan mentok atau mengecewakan orang lain.
Baca juga Membangun Budaya Damai Melalui Umpan Balik
Celakanya, ketakutan sering menjadi kenyataan. Misalnya, jika siswa sangat takut gagal ketika hendak mengikuti ujian mata pelajaran tertentu, bisa jadi pada akhirnya yang bersangkutan benar-benar gagal dalam tes. Ketakutan akan kegagalan dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan psikologis, termasuk rasa malu, depresi, kecemasan, serangan panik, atau harga diri yang rendah. Keadaan demikian, secara negatif dapat memengaruhi kinerja seseorang, baik di sekolah maupun di tempat bekerja. Bahkan, bagaimana individu berinteraksi dengan teman dan anggota keluarga.
Atychiphobia berbeda dengan atelophobia. Atychiphobia dan perfeksionisme memiliki beberapa kesamaan, tetapi sebenarnya berbeda. Perfeksionisme merupakan keinginan yang kuat untuk selalu mencoba menjadi sempurna dan memiliki fokus yang intens pada kesuksesan. Sementara itu, orang dengan atychiphobia berfokus pada kegagalan dan bertarung dengan rasa panik, khawatir akan malapetaka yang akan dihadapi manakala kegagalan terjadi. Perfeksionisme ekstrem dapat mengakibatkan atelofobia. Ketakutan yang luar biasa akan ketidaksempurnaan. Pengidap gangguan ini cenderung menilai diri sendiri dengan sangat keras dan sering kali menetapkan tujuan yang tidak realistis.
Baca juga Membangun Komunikasi Damai
Siswa perlu dilatih untuk memiliki mentalitas petarung. Mental petarung tidak lain ialah semangat pantang menyerah. Anak harus sanggup melakukan apa pun untuk memenangi pertarungan atau menyelesaikan misi, bersedia menginvestasikan waktu sebanyak yang diperlukan untuk terus belajar, dan memahami apa artinya menjadi seorang pemenang. Dengan kata lain, ini tentang kemampuan mengatasi tantangan dan kesulitan. Siswa semestinya memiliki, memahami, dan mampu memanfaatkan serangkaian keterampilan psikologis dan fisik yang memungkinkan yang bersangkutan untuk menjadi efektif, adaptif, dan gigih.
Mentalitas demikian tidak dibangun di atas menara gading. Akan tetapi, dengan bertungkus lumus dalam dinamika kehidupan masyarakatnya. Bersama komunitas, siswa berkembang seiring dengan perkembangan komunitas di sekitarnya. Seorang petarung selalu berhasil keluar dari zona nyaman aslinya, melewati zona kekhawatiran. Pembelajar sejati dapat mengambil pelajaran dari kegagalan. Selalu ada “hikmah” di balik setiap kejadian. Begitu berhasil mengatasi zona kekhawatirannya sendiri, orang akan sampai pada zona belajar.
Baca juga R20: Catatan dari Forum Perdamaian Dunia ke-8 di Solo
Di sini, akan terdapat banyak kejutan. Zona belajar merupakan fase ketika seseorang mulai peduli dengan situasi di sekitarnya, dan tahu bagaimana bereaksi dengan tepat terhadapnya. Pada tahap ini, siswa belajar untuk dapat mengendalikan emosinya sendiri. Mulai tidak memikirkan hal-hal yang memang tidak dapat dikendalikan. Belajar memahami diri sendiri bahwa mereka telah melakukan yang terbaik. Mampu menerima kenyataan walau pahit sekalipun. Petarung sejati selalu didorong untuk melatih diri dan mengumpulkan kekuatan mental dan fisik.
Ketangguhan hanya akan muncul atau secara otomatis dihasilkan dari pelatihan fisik dan mental yang sulit. Oleh karenanya, kesediaan keluar dari zona nyaman, melewati zona kekhawatiran, dan bersungguh-sungguh masuk zona belajar, ialah prasyarat bagi siapa pun yang ingin terus maju. Pada akhirnya, kepercayaan diri dan keinginan yang kuat untuk terus belajar dari sekolah kehidupanlah yang akan mengantarkan seseorang sampai ke zona pertumbuhan. Zona ketika seseorang telah menemukan tujuan hidup. Sabar dan baik hati. Mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan. Berusaha memahami dan peduli kepada sesama.
Redefinisi kegagalan
Diperlukan upaya untuk mendifinisikan kembali kegagalan, agar tidak lagi menjadi momok yang menakutkan. Memang, terdapat sejumlah hal yang bersembunyi di balik ketakutan. Khawatir melakukan sesuatu yang salah, tampak bodoh, atau tidak memenuhi harapan. Pendeknya takut gagal. Dengan membingkai ulang situasi yang ditakuti secara berbeda, mungkin dapat menghindarkan diri dari stres dan kecemasan. Kegagalan semestinya dapat dilihat sebagai tangga menuju keberhasilan.
Baca juga R20: Fikih Toleransi dan Rekonsiliasi Konflik
Ini berarti manakala ingin meraih kesuksesan siswa harus berani melalui tangga kegagalan. Saran orang bijak, jika pertama belum berhasil, terus mencoba dan mencoba lagi. Akan sangat bermanfaat jika ditambah dengan sistem dukungan yang kuat dari teman, anggota keluarga, dan sekolah. Jangan lawan ketakutan dengan mengonsumsi alkohol atau menggunakan obat-obat terlarang, yang justru dapat membuat stres dan kecemasan semakin memburuk.
Pilih mendekati tujuan, bukan menghindari tujuan. Tujuan dapat dibedakan menjadi dua: mendekat atau menghindar, berdasarkan apakah siswa termotivasi keinginan untuk mencapai hasil yang positif atau menghindari hal yang merugikan. Penelitian psikologi menunjukkan menciptakan semangat mendekati tujuan atau secara positif membingkai ulang dorongan untuk menghindari kerugian, dan memiliki kontribusi positif bagi keberhasilan.
Baca juga Mazhab Pembinaan versus Mazhab Penjeraan
Apabila siswa takut tugas yang sulit dan merasa itu akan rumit dan tidak menyenangkan, secara tidak sadar yang bersangkutan sebenarnya sedang menetapkan tujuan tentang apa yang tidak ingin dilakukan, bukan apa yang diinginkan. Psikoterapi ialah cara lain yang disarankan untuk membantu siswa mengatasi pikiran, perasaan, dan perilaku negatif yang berkontribusi pada rasa takut akan kegagalan, manakala kecenderungan ini tidak kunjung terselesaikan.
*Artikel ini terbit di Media Indonesia, Senin, 12 Desember 2022