Pilihan Redaksi - Suara Korban - 8 hours ago

Cukup Kami

Artikel ini dimuat Newsletter SUARA PERDAMAIAN Edisi XLIV Juli 2025

Kami adalah anak dari almarhum I Ketut Sumerawat, salah satu korban yang gugur pada tragedi Bom Bali 12 Oktober 2002. Saat itu kami masih sangat kecil, terlalu kecil untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi. Yang kami tahu hanyalah, sejak hari itu, Bapak tidak pernah kembali.

Kami tumbuh tanpa sosok Bapak tanpa pernah merasakan hangatnya kasih sayang, nasihat, ataupun pelukan darinya. Rindu itu selalu ada, meski kami bahkan tidak sempat mengenalnya dengan utuh. Hidup kami dijalani bersama ibu kami, Nyoman Rencini, seorang perempuan tangguh yang dengan penuh cinta dan keteguhan hati membesarkan kami seorang diri. Dari beliau kami belajar arti kekuatan, kesabaran, dan keberanian untuk melangkah meski penuh keterbatasan.

Di hari peringatan 12 Oktober, kami ingin mengingatkan kembali bahwa tragedi Bom Bali bukan hanya cerita masa lalu, melainkan luka kemanusiaan yang masih terasa hingga kini.

Baca juga Setop Kekerasan, Belajar dari Kisah Korban

“Bom Bali adalah tragedi kemanusiaan yang meninggalkan luka mendalam untuk keluarga korban yang ditinggal. Mari bersama-sama bergandengan tangan untuk menciptakan dunia yang lebih aman, damai, serta menolak segala bentuk kekerasan.”

Bagi kami, pesan ini adalah doa sekaligus harapan. Semoga tidak ada lagi anak-anak yang harus tumbuh tanpa bapak atau ibu karena teror dan kebencian. Semoga perdamaian selalu menjadi pilihan kita bersama.

Tulisan di atas ditulis oleh Kadek Wina Pawani dan Komang Sustapeni, putri pasangan Nyoman Rencini dan mendiang I Ketut Sumerawat, sebagai refleksi mereka terhadap tragedi kemanusiaan Bom Bali 12 Oktober 2002.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *