Kurnia Widodo, Mantan Narapidana Teroris Berbagi Semangat Ketangguhan di SMAN 1 Pajo, Dompu, (17-09-2018)
Home Inspirasi Suara Mantan Pelaku Mantan Pelaku Tekankan Generasi Muda Jaga Perdamaian
Suara Mantan Pelaku - 26/02/2019

Mantan Pelaku Tekankan Generasi Muda Jaga Perdamaian

ALIANSI INDONESIA DAMAI – “Saya meminta maaf kepada para korban. Bukan bermaksud membangga-banggakan diri, juga bukan untuk mengungkit masa lalu. Saya sharing kepada kalian agar tidak seperti saya, jatuh ke lubang yang sama.”

Demikian kata Kurnia Widodo, seorang mantan pelaku terorisme, di hadapan siswa-siswi peserta Dialog Interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di SMAN 3 Serang, Banten (29/1/2019). Setelah bertemu dengan korban terorisme, dan menyaksikan sendiri dampak aksi teror pada diri mereka, Kurnia menyadari kesalahan masa lalunya bergabung dengan kelompok teroris.

Kurnia menceritakan bahwa sejak bersekolah di sebuah SMA di Lampung, ia gemar melahap buku-buku keagamaan. Ketika itu ia memiliki ghirah (semangat) yang sangat tinggi untuk bergabung dengan kelompok pengajian dan gerakan-gerakan keagamaan. Semangatnya itu menggiringnya ke titik yang paling ekstrem, bergabung dengan kelompok yang menyebarkan paham terorisme.

Selepas SMA ia melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB). Meskipun terpisah dari rekan-rekannya di Lampung, kiprahnya di jaringan pro-terorisme terus berkembang semasa kuliah. Di wilayah Bandung ia bergabung dengan forum pengajian yang mengajarkan untuk melakukan aksi terorisme.

Dari kajian tersebut ia mengaku semangatnya untuk terlibat aksi terorisme semakin kuat. Selain meracik bahan-bahan peledak, ia mengaku telah mengajarkan pengetahuan membuat bom kepada beberapa anggota kelompoknya.

Namun, itu semua adalah masa lalunya. Setelah ditangkap lalu menjalani masa hukuman di penjara, Kurnia banyak merenung. Salah satu yang turut menyadarkannya akan kekeliruan ajaran kelompoknya di masa lalu, adalah perilaku sebagian anggota kelompok yang mudah untuk menyematkan identitas kafir kepada orang lain. Doktrin dalam kelompoknya menekankan para anggotanya untuk meyakini pemahaman Islam merekalah yang paling benar, dan menganggap yang di luar kelompoknya adalah salah, meskipun meyakini Rukun Iman dan mengamalkan Rukun Islam. Ia melihat guru dan sebagian rekannya menafikan keimanan sebagian besar umat Islam di Indonesia.

Kepada para siswa SMAN 3 Serang peserta Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” Kurnia berpesan agar mawas diri, mempelajari ilmu agama dengan baik, mematuhi bimbingan para alim ulama, dan tidak mudah tergiur ajakan pengajian yang menganjurkan untuk melakukan kekerasan. Generasi muda, kata dia, harus memiliki sifat ketangguhan dari ajakan-ajakan negatif berbungkus kegiatan keagamaan seperti yang pernah dialaminya.

Ajaran kekerasan, lanjutnya, hanya akan melahirkan korban dari orang-orang tak bersalah, serta merusak kondisi kedamaian suatu bangsa. Saat masih berada di dalam organisasi teroris, Kurnia mengaku tak pernah memikirkan dampak terorisme terhadap para korban. Namun, setelah dipertemukan dengan korban, ia tak henti-hentinya meminta maaf. Ia sempat merasa kaget dan terpukul memahami fakta bahwa apa yang pernah ia ajarkan kepada anak buahnya di kelompok teroris ternyata berakibat buruk, sangat merusak, dan menimbulkan derita berkepanjangan bagi korban.

Setelah bertemu dan bertatap muka dengan para korban, Kurnia mengaku berempati dan merasa bersalah atas apa yang dilakukannya di masa lalu. “Ketika saya melihat langsung banyak korban yang menderita, jadi muncul empati saya kepada mereka,” ujarnya.

Setelah bertobat dari kekerasan, Kurnia memutuskan untuk terlibat aktif mengampanyekan perdamaian kepada masyarakat, termasuk kalangan muda dan pelajar seperti yang ia lakukan di SMAN 3 Serang. Semua itu ia lakukan agar masyarakat, terutama generasi muda, memahami pentingnya menjaga perdamaian, sekaligus sebagai upaya pencegahan agar pemuda selalu menghindari paham keagamaan yang menyimpang.

 

Oleh: Fahmi Suhudi