Pelajar Klaten Belajar dari Mantan Pelaku Terorisme
Aliansi Indonesia Damai – Safari perdamaian yang digelar AIDA di berbagai sekolah di Indonesia memberikan banyak kesan bagi para pelajar yang mengikutinya. Melalui kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh”, mereka mengaku mendapatkan pengalaman baru dari kisah-kisah yang disampaikan tim perdamaian AIDA, yakni korban dan mantan pelaku terorisme.
Tim perdamaian AIDA dihadirkan sebagai narasumber untuk memantik nalar kritis siswa sehingga mampu mengambil pembelajaran (ibroh) dari kisah-kisah yang disampaikan. Salah satu sekolah yang dikunjungi AIDA adalah SMAN 1 Karanganom, Klaten, Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu, Ali Fauzi Manzi, mantan pelaku terorisme, berkisah tentang lika-liku perjalanan hidupnya dari pertama kali mengenal ajaran ekstremisme, bergabung dengan kelompok itu, mahir merakit bom, tertangkap polisi Filipina, dipulangkan ke Indonesia dalam kondisi sakit, dan akhirnya memilih bertobat dari ajaran ekstrem.
Baca juga Berbagi Kisah Perdamaian Kepada Guru Pandeglang
Sebagian pelajar mengaku tertarik dengan kisah Ali Fauzi, khususnya mengenai perjalanan pertobatannya yang tidak mudah. Muncul sejumlah pertanyaan, di antaranya tentang pandangan Ali Fauzi sebelum masuk kelompok ekstrem. Ada juga yang bertanya tentang cara memfilter paham-paham ekstremisme agar tak sampai masuk dalam pemikiran generasi remaja. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab Ali dengan lugas.
Nalar kritis peserta yang dibangun bersama mantan pelaku yang sudah bertobat meninggalkan kesan cukup dalam bagi peserta. Salah satunya disampaikan oleh siswa kelas XI. “Dari Pak Ali Fauzi, saya belajar bahwa kita harus membentengi diri dengan ilmu yang cukup sebelum kita terjun ke dunia luar. Harus banyak literatur dan membaca, kita harus menjadi pemuda yang tangguh dalam menangkis hal buruk,” ujarnya.
Baca juga Menyemai Virus Perdamaian di SMAN 1 Klaten
Bukan hanya itu, ia mengatakan bahwa pandangannya tentang mantan pelaku terorisme mulai berubah. Ia sangat mengapresiasi kehadiran Ali sebagai mantan anggota kelompok ekstremisme. “Menurut saya pribadi, Pak Ali Fauzi datang ke sini dengan niat murni, berbagi pengalaman agar kita tidak ikut terjerumus ke kelompok yang demikian (kelompok ekstremisme.red),” tambahnya.
Siswa tersebut juga berpesan agar semua pihak dapat menghargai pertobatan mantan pelaku. “Menerima perbedaan sangat penting, kepada umat agama lain atau paham lain. Bahkan kita pun harus menerima mantan teroris karena dengan itu, maka mereka akan berempati lalu kita bisa membawa mereka ke jalan yang benar,” ucapnya. [LADW]
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Bukittinggi