23/06/2021

Kesabaran dan Pemaafan

Setiap orang pasti pernah mengalami musibah, baik itu berkaitan dengan apa yang terjadi secara alamiah atau karena faktor kesengajaan. Saat menghadapi musibah, manusia dihadapkan pada dua opsi respons: sabar atau marah. Opsi ini tak bersifat hitam-putih. Orang yang bersikap sabar belum tentu tidak marah, namun mampu meredam dan kemudian melepaskannya.

Kesabaran merupakan nilai kehidupan yang sangat mulia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabar dimaknai dengan sikap tahan terhadap cobaan dengan tidak mudah menyerah dan patah hati. Kesabaran adalah antidot amarah. Kesabaran membuat seseorang dapat mengendalikan emosi negatif yang ada dalam dirinya.

Baca juga Menjaga Akhlak di Medsos

Kita bisa mencontoh apa yang pernah dialami oleh Ibnu Taimiyah, salah seorang ulama besar yang sangat kritis terhadap praktik tasawuf, namun masih sangat menghormati para tokoh sufi yang hidup pada zamannya. Ia yang ditahbiskan sebagai “Syaikhul Islam” pernah dipenjara karena perdebatan dan kritiknya yang sangat tajam terhadap pemerintah yang berkuasa pada zamannya.

Menurut Ibnu Taimiyah, kesabaran dan keimanan merupakan dua ajaran utama dalam Islam. Kesabaran meneguhkan keimanan seseorang, terutama ketika mendapatkan cobaan dan musibah. Walhasil dengan sikap itu, Ibnu Taimiyah justru berhasil menulis banyak karya di balik jeruji penjara. Dari ujian (mihnah) yang ditimpakan penguasa atasnya saat itu, ia tidak menaruh dendam bahkan menulis tentang tema sabar dan keimanan. Ia malah mendoakan dan memberikan maaf kepada orang yang telah membuatnya harus mendekam di balik jeruji.

Baca juga ‘Kepungan’ Menjaga Harmoni

Islam memang menekankan pentingnya sabar, terutama kesabaran dalam menjalankan perintah Allah Swt. Sifat kesabaran tidak hanya terbatas dalam ketaatan atau saat menghadapi musibah, akan tetapi juga bersabar untuk tidak melakukan kemungkaran yang bisa memberikan dampak negatif kepada orang lain. Al-Qur’an melabeli “Fasabrun Jamilun” (kesabaran itu sangat mulia dan indah).

Tidak hanya itu, para ulama salaf juga menegaskan kesabaran sebagai pokok utama dalam keberagamaan. Sebagaimana dikatakan oleh Sahal al-Tusturi bahwa bentuk kesabaran atas musibah yang terjadi dengan cara israrul mihnah wa idzharul minnah (menyembunyikan segala macam derita/cobaan, sembari memperlihatkan anugerah dan kegembiraan).

Baca juga Berdamai dengan Ketidaksukaan

Kesabaran adalah kunci untuk melewati segala macam musibah, terlebih dalam kondisi pandemi covid-19 yang tak kunjung berakhir. Sebagaimana pepatah, kesabaran tidak ada batasnya, maka situasi ujian pandemi sekarang sejatinya lebih sempit ketimbang kesabaran.

Kita bisa belajar dari para penyintas terorisme yang mampu bersabar atas musibah yang menimpanya kemudian memberikan maaf kepada orang yang menyebabkan dirinya terluka. Pun kepada orang-orang yang bertobat dari kelompok terorisme, mereka tidak pernah sungkan untuk meminta maaf atas apa yang telah terjadi, sekalipun mereka tidak terlibat langsung. Pemaafan memang tidak akan menggantikan apa yang sudah hilang dan pergi, akan tetapi bisa membangun masa depan yang jauh lebih baik.

Baca juga Falsafah Bugis untuk Perdamaian Bangsa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *