20/05/2021

‘Kepungan’ Menjaga Harmoni

Usai melaksanakan shalat idulfitri, warga Desa Genito, Windusari, Magelang, Jawa Tengah berbondong-bondong menuju jalan utama desa. Tangan mereka menenteng makanan yang telah disiapkan dari rumah. Karpet panjang terbentang. Ratusan orang duduk bersila. Usai merapal doa, warga saling bertukar makanan dan kemudian makan bersama.

Tradisi masyarakat Genito ini adalah ekspresi syukur kepada Allah SWT karena telah diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah di bulan Ramadan yang penuh kemuliaan. Hingga pada akhirnya dapat merayakan hari raya. Dalam tradisi Jawa, hari raya selalu identik dengan makan besar bersama atau ‘Kepungan’.

Baca juga Massiara’: Tradisi Bugis Menjaga Damai

Mulanya makan besar ini dilakukan di masjid atau mushala setempat dengan diikuti oleh jamaah laki-laki. Sementara jamaah perempuan berada di halaman rumah warga. Namun karena semakin banyak warga yang antusias mengikuti, sejak tahun 2016 masyarakat mengalihkannya ke jalan utama desa. Tentu saja demi kelancaran acara dan tidak mengganggu pengguna jalan, rekayasa lalu lintas dilakukan dengan mengalihkan jalur kendaraan ke jalan alternatif.

Masyarakat bersuka cita saling mencicipi masakan masing-masing. Canda tawa pun tak luput menjadi penghias bahagia mereka pada Kamis, 13 Mei 2021/1 Syawal 1442, pekan lalu. Cuaca cerah menyertai hangatnya kebersamaan.

Baca juga Berdamai dengan Ketidaksukaan

Usai melaksanakan ‘Kepungan’, warga kembali ke rumah masing-masing untuk selanjutnya melakukan ‘sungkem’ memohon maaf lahir dan batin kepada orang tua, lalu dilanjutkan dengan berkeliling dari rumah ke rumah, bersalam-salaman. Riuhnya petasan di sepanjang jalan turut mewarnai suka cita warga di hari kemenangan.

Tradisi yang berubah menjadi ritual sosial ini tentu saja memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu jarang, bahkan belum penulis temukan di masyarakat perkotaan. Semangat berbagi dan ramah berinteraksi terlihat kuat. Semuanya cair menjadi satu dalam kebersamaan untuk menyambung tali silaturahmi dan dengan segala kerendahan hati untuk saling memaafkan.

Baca juga Falsafah Bugis untuk Perdamaian Bangsa

Dampak positif dari semangat berbagi adalah kepedulian. Tentu hal ini dapat menciptakan masyarakat yang rukun dan bermuara pada terjaganya perdamaian. Damai adalah kebutuhan dasar manusia untuk bisa melangsungkan aktivitas sehari-hari dengan aman dan lancar.

Berkat media sosial, ritual sosial ini menginspirasi beberapa desa sekitar Genito. Setidaknya  ada empat desa, yaitu Dobrasan, Gopaan, Ngaglik, dan Mangun Sari yang kini juga melaksanakan ‘Kepungan’. Tradisi kebaikan yang berkolaborasi dengan publikasi strategis di media sosial mampu menggugah semangat masyarakat dari desa lainnya untuk melakukan gerakan yang sama.

Baca juga Siri’: Filosofi Perdamaian Bugis-Makassar

Besar harapan tradisi serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menjadi inspirasi kepada masyarakat yang lebih luas. Sehingga ikhtiar-ikhtiar merekatkan kerukunan dan merawat perdamaian dapat tersebar dalam cakupan yang lebih luas. Peran pengguna media sosial sangat berpengaruh dalam tersebarnya kebiasaan-kebiasaan positif ini.

Ritual sosial ini menjadi aset budaya yang harus kita lestarikan bersama. Di mana kearifan lokal dengan aneka ragam kegiatannya mampu menguatkan kerukunan dan menjaga perdamaian bangsa.

Baca juga Kritik Diri Bekal Pertobatan Ekstremis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *