Falsafah Bugis untuk Perdamaian Bangsa
Memanusiakan manusia adalah fitrah setiap kita. Siapa yang tidak suka diperlakukan dengan santun oleh orang lain di setiap jengkal dunia? Siapa yang tidak pernah menasehati orang lainnya di dunia ini? Berbuat santun, saling tolong menolong, dan kebaikan lainnya merupakan sebagian dari perilaku yang menunjukkan fitrah kemanusiaan.
Nyaris semua kebudayaan memiliki pandangan yang memanusiakan, tanpa terkecuali di kalangan masyarakat Bugis yang memang memegang banyak prinsip dan falsafah hidup. Memanusiakan manusia diinternalisasikan masyarakat Bugis dalam trilogi kearifan yang dikenal dengan sipakatau, sipakaingeq dan sipakalebbi.
Baca juga Siri’: Filosofi Perdamaian Bugis-Makassar
Sipakatau artinya saling memanusiakan manusia dalam kondisi apa pun. Sipakatau ditunjukkan dengan perilaku saling menghormati, berbuat santun, dan tidak membeda-bedakan orang lain walaupun beragam suku, agama, ras, dan golongan.
Sipakatau dianggap mengusung semangat kesetaraan sekaligus antidiskriminasi dalam kehidupan. Secara tidak langsung sipakatau mengagungkan perdamaian dalam kehidupan masyarakat, karena adanya diskriminasi merupakan ancaman terhadap perdamaian, bahkan kerap kali memunculkan tindak kekerasan oleh individu ataupun kelompok.
Baca juga Kritik Diri Bekal Pertobatan Ekstremis
Sipakaingeq berarti saling mengingatkan. Falsafah ini merupakan pengakuan masyarakat Bugis atas kekurangan yang dimiliki tiap manusia. Sipakaingeq ditunjukkan dengan saling menasehati ataupun saling menegur bila melakukan kesalahan. Semangatnya adalah merepresentasikan kontrol sosial agar menjaga lingkungan terdekat dari perilaku yang kurang terpuji.
Mengutip teori lapangan (field theory), perilaku merupakan hasil dari penyerapan informasi terhadap apa yang kita perhatikan dari lingkungan dan dukungan yang diberikan oleh sekitar. Maka sipakaingeq adalah ikhtiar masyarakat Bugis menjaga sesamanya untuk membiasakan hal baik di lingkungannya.
Baca juga Fase-Fase Hijrah; Belajar dari Mantan Ekstremis
Sipakalebbi artinya saling menghargai satu sama lain. Falsafah ini cenderung sebagai bentuk pengakuan terhadap manusia yang senang jika dipuji dan diperlakukan dengan baik dan layak. Tujuan sipakalebbi bukanlah mencari muka atau ‘menjilat’ dengan senantiasa memuji walaupun tindakannya kurang terpuji. Namun bertujuan memuliakan dan tidak perlu melihat kekurangan yang ada pada diri orang lain.
Sipakalebbi mengusung semangat berpikir dan berperilaku positif kepada orang lain. falsafah ini mendorong agar kita bisa saling menjaga harga diri individu di masyarakat luas, walaupun sebenarnya individu tersebut pernah melakukan sesuatu yang membuat kita marah, dendam atau suasana kurang senang hati lainnya.
Baca juga Isra’ Mi’raj dan Spirit Kedamaian
Penulis mengira, dengan menerapkan sipakatau, sipakaingeq dan sipakalebbi dalam kehidupan sehari-sehari, masyarakat Bugis ingin memanusiakan seluruh manusia. Memanusiakan dengan cara mencegah diskriminasi, saling menjaga dari keburukan/masalah, serta berpikir dan berperilaku positif terhadap orang lain. Falsafah lokal yang sangat layak mengglobal.
Baca juga Mencintai Diri Kunci Kebangkitan