12/07/2021

Pentingnya Saling Menyalehkan

Aliansi Indonesia Damai – Meski ujian pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, namun narasi kebencian dan propaganda kekerasan masih saja bertebaran, terutama di jagat maya. Pendekatan ibroh sebagai upaya menyebarkan perdamaian menjadi sarana untuk saling menyalehkan di tengah krisis yang ada, alih-alih hanya menyalahkan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hasibullah Satrawi, Ketua Pengurus AIDA, dalam kegiatan Halaqah Alim Ulama “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” yang dilaksanakan oleh AIDA pada Kamis (8/7). Sebanyak 123 orang tokoh agama di wilayah Sulawesi berpartisipasi aktif dalam kegiatan. Sejumlah narasumber dihadirkan, antara lain Yuni Arsih, korban Bom Kuningan 2004, Ali Fauzi, mantan pelaku terorisme, dan KH. Helmi Ali Yafie, Sekjen Darud Dakwah wal-Irsyad.

Baca juga Menyerukan Semangat Perdamaian kepada Ulama Sulawesi

Alumni Universitas Al Azhar Mesir ini menjelaskan, Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk mengambil ibroh atau pembelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi di muka bumi. Pasalnya manusia dibekali akal. Melalui akal, manusia mampu berpikir untuk memilah mana yang baik dan yang buruk.

Ia mencontohkan, dalam Al-Qur’an termaktub kisah tentang setan. Tentu saja bukan untuk mengajarkan kepada manusia agar berperilaku seperti setan, melainkan agar manusia tahu bagaimana setan menghasut manusia untuk melakukan dosa. “Pun demikian dengan korban dan mantan pelaku terorisme. Mengambil ibroh dari mereka, bukan berarti mengajarkan untuk menjadi seperti mereka,” ujarnya.

Baca juga Islam Rahmat Identik Perdamaian

Lebih jauh Hasib berharap, ibroh dapat menjadi bekal untuk mencegah seseorang melakukan tindakan ekstrem. Ia mengajak peserta untuk terus waspada karena terorisme seringkali diawali dengan niat yang baik nan mulia. Namun proses mencapai tujuan tersebut menjadi salah karena melibatkan tindak kekerasan.

“Awalnya ikhwan teroris berada pada titik paling tinggi, itulah idealisme, ingin menjadi pejuang dan muslim kaffah. Pelan-pelan mereka mengalami proses radikalisasi, di mana penyempitan sudah mulai terjadi,” katanya.

Selanjutnya, menurut Hasib, mereka akan berani untuk melawan nilai-nilai dan norma yang berlaku hingga melakukan aksi kekerasan. Hal ini tentu memberikan efek yang berkebalikan daripada tujuan awal, dan seringkali berakhir menjadi kesengsaraan bagi umat Islam.

Baca juga Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya

Dalam hemat Helmi Ali Yafie, ekstremisme terjadi karena agama dibawa ke dalam kepentingan kelompok. Sehingga yang muncul adalah kefanatikan terhadap kelompok dengan mengatasnamakan agama. Jika didasarkan pada kepentingan agama, tentu yang akan dirasakan adalah kenikmatan beragama dan bukan malapetaka.

Ia mendukung pandangan Hasib bahwa pendekatan ibroh menjadi penting untuk mengajak masyarakat lebih melihat fakta ketimbang asumsi semata. “Dari pengalaman saya, pendekatan ibroh atau belajar dari pengalaman itu menjadi penting karena mengajak masyarakat melihat realitas yang ada,” katanya. [WTR]

Baca juga Membangun Hidup Bersama dalam Damai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *