Home Berita Realisasi Kompensasi untuk Korban Terorisme di Samarinda
Berita - 16/01/2018

Realisasi Kompensasi untuk Korban Terorisme di Samarinda

Dok. Antarafoto.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (kiri) dan Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani (kanan) berbincang dengan sejumlah perwakilan keluarga korban tindak pidana terorisme kasus bom Samarinda, di Jakarta (29/11/2017).
Dok. Antarafoto.com – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (kiri) dan Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani (kanan) berbincang dengan sejumlah perwakilan keluarga korban tindak pidana terorisme kasus bom Samarinda, di Jakarta (29/11/2017).

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan kompensasi secara simbolik kepada tujuh orang korban aksi teror bom di Gereja Oikumene Samarinda yang terjadi pada November 2016, sebesar Rp237 juta. Penyerahan ganti rugi kepada korban terorisme tersebut dilakukan di sela kegiatan Seminar 9 Tahun LPSK “Mendorong Implementasi Penanganan Korban Kejahatan di Indonesia yang Terintegrasi” di Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, dalam kegiatan tersebut menjelaskan bahwa penyerahan kompensasi merupakan langkah nyata untuk menghadirkan negara dan mengimplementasi hak-hak korban terorisme yang telah diatur dalam hukum yang berlaku.

“Pemberian kompensasi itu merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban,” kata dia.

Lebih lanjut Semendawai juga menyebutkan LPSK sebagai kepanjangan tangan dari negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang memiliki tugas pokok dan fungsi yang di antaranya adalah memberikan ganti rugi kepada korban kejahatan.

Semendawai juga menjelaskan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, secara resmi telah memberikan izin prinsip kepada LPSK untuk menggunakan anggaran guna membayar kompensasi terhadap korban aksi teror bom di Gereja Oikumene Kecamatan Sengkotek, Samarinda yang sebelumnya telah mendapatkan penetapan hukum dari pengadilan bahwa negara wajib memberikan kompensasi kepada para korban.

Menurut dia, izin dari Menteri Keuangan tersebut untuk memudahkan korban terorisme mendapatkan kompensasi, yakni melalui mekanisme satu pintu lewat LPSK.

“Jadi, tidak ada lagi pingpong-pingpongan. Harus ke kementerian sana, kementerian sini, kadang-kadang tidak tersedia anggaran,” ujar Semendawai.

Langkah LPSK merealisasikan kompensasi kepada 7 korban Bom Samarinda dinilai sebagai kemajuan besar dalam usaha negara membantu korban terorisme di Indonesia. Kompensasi ini adalah yang pertama kali berdasarkan putusan pengadilan. Hadir pula dalam acara tersebut Triniti, salah satu korban yang mengalami luka bakar hingga menyebabkan cacat permanen. Bocah balita itu sedang bermain bersama teman-temannya di halaman gereja saat pelaku teror melemparkan bom Molotov. [AM]