29/09/2023

Merajut Hubungan Menggenggam Harapan (Bag. 1)

Aliansi indonesia Damai- “Saya sekarang agak tenang, Mbak, karena bisa kenal banyak teman–teman korban lewat YPI (Yayasan Penyintas Indonesia). Dulu saya takut kalau tiba–tiba otot di tangan saya putus, terus tangan saya gak bisa di-pake gerak lagi. Saya bingung harus gimana dan menghubungi siapa.”

Sepenggal kalimat tersebut diutarakan oleh Suwarni (46 tahun) dalam obrolan kami selepas kegiatan Peringatan 19 Tahun Tragedi Bom Kuningan di Jakarta, awal September lalu. Ucapan itu terdengar jujur dan penuh harapan.

Baca juga Meresapi Hikmah di Balik Musibah

Aku mengenal Suwarni di awal tahun 2023 dalam salah satu kegiatan AIDA di Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia belum lama bergabung dengan YPI sebagai wadah korban bom terorisme di Indonesia. Nama Suwarni “ditemukan” oleh Nanda Olivia (Sekrertaris YPI) melalui rekan sesama penyintas Bom Kuningan 2004 yang kala peristiwa terjadi sama-sama bekerja di gedung Plaza 89 Jalan HR. Rasuna Said Jakarta Selatan.

Pada Kamis 9 September 2004, Suwarni menjalankan tugas rutinnya sebagai petugas loket parkir gedung Plaza 89. Gedung ini berseberangan dengan kantor Kedutaan Besar Australia. Pagi menjelang siang, terdengar suara dentuman, suasana berubah menjadi gelap gulita, asap putih memenuhi udara. Teriakan-teriakan manusia bersahutan hingga membuat Suwarni ketakutan dan spontan menundukkan kepala. Usaha refleks melindungi diri dari hal buruk. Kala asap mulai memudar, ia menyaksikan reruntuhan gedung dan korban-korban yang bergelimpangan.

Baca juga Trauma dan Rasa Sakitnya

Suwarni lantas berusaha  mencari lokasi yang aman. Ia mendapati tangan kirinya mengucurkan darah, berlubang, hingga terlihat tulangnya. Beberapa serpihan kaca menancap di kepala dan beberapa bagian tubuhnya terluka. Setelah dilakukan operasi dan pemulihan di rumah sakit MMC selama beberapa hari, Suwarni diizinkan pulang.

Rasa syukur dipanjatkannya. Ia bisa kembali ke rumah dan bertemu kembali dengan 2 buah hatinya yang masih balita. Namun kegundahan menyelimutinya lantaran tangan kirinya yang belum bisa difungsikan. Ada perasaan tidak berguna sebagai seorang istri dan ibu. Ada banyak hal yang harus dilakukan tapi tidak bisa ditunaikan.

Baca juga Melawan Ketakutan demi Masa Depan

Suwarni kembali bekerja usai 3 bulan menjalani pemulihan pascaoperasi tendon tangan kiri. Ia menyadari kondisi fisiknya menurun, terutama pada bagian tangan yang sering kambuh dan hanya berfungsi sekitar 70%. Merasa membebani tempat kerja, Suwarni memutuskan mengundurkan diri pada tahun 2006 dan bekerja serabutan dengan membuka usaha semampunya di rumah.

Nyaris selama 19 tahun Suwarni terus dihantui rasa cemas dan khawatir atas dampak fisik di  tangan kiri. Aktivitas sehari–hari sebagai ibu rumah tangga dengan 2 anak menjadi sangat terbatas. Beberapa kali sempat kesal terhadap diri sendiri dan mencoba memaksakan diri untuk bisa beraktivitas normal tapi yang terjadi adalah rasa sakit pada tangan. (bersambung)

Baca juga Kesabaran Tak Bertepi Penyintas Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *