18/08/2020

Saatnya Mayoritas Menyuarakan Perdamaian

Aliansi Indonesia Damai- “Apakah teks-teks jihad dalam kitab suci Al-Qur’an berdampak sangat besar terhadap pemikiran para pelaku terorisme? Bagaimana seharusnya kita menyikapi dan menafsirkan teks-teks tersebut?”

Pertanyaan di atas dilontarkan seorang mahasiswa peserta Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, yang digelar AIDA bersama BEM Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, awal Agustus lalu.

Baca juga Saat Mantan Ekstremis Belajar dari Korban

Menanggapi pertanyaan itu, peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Solahudin, mengatakan, teks-teks ajaran Islam yang sakral kerapkali dijadikan justifikasi untuk melegitimasi paham dan aksi terorisme. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat dan insan akademis untuk membangun narasi tandingan dengan pesan-pesan perdamaian.

Selama ini masyarakat kebanyakan dianggap tidak banyak bersuara sehingga menjadi mayoritas yang sunyi (silent majority). Sudah saatnya masyarakat menyampaikan kepada publik luas perihal narasi-narasi perdamaian. Hal itu penting untuk membangun narasi keislaman yang mengayomi, sekaligus melakukan kritik terhadap narasi prokekerasan.

Baca juga Jihad Tak Bisa Dihilangkan

Dalam hemat Solah, saat ini memilih diam bukanlah pilihan yang bijak. Sebab bila mayoritas umat yang cinta perdamaian diam, maka narasi-narasi prokekerasan akan terus berkembang dominan. Karena itu cara terbaik untuk menyikapinya adalah terus bersuara bahwa kekerasan bukanlah ajaran agama.

Lebih jauh Solah menyatakan, rumus terbaik dalam mencegah paham kekerasan adalah melakukan kontranarasi kepada penyampai pesan-pesan kekerasan (messenger) dan pesan-pesannya (messages).

Baca juga Terorisme Bisa Bermula dari Lingkup Keluarga

Dalam konteks ini, mantan pelaku sebagai pihak yang pernah terlibat dalam ekstremisme kekerasan, sangat relevan untuk menyampaikan kepada khalayak luas bahwa kekerasan tidak memberikan manfaat sedikit pun dalam perjuangannya. Begitu halnya dengan korban sebagai pihak yang terdampak secara langsung dari aksi-aksi kekerasan. Mereka adalah “bukti” tak terbantahkan bahwa terorisme benar-benar berdampak sangat buruk.

“Mantan pelaku terorisme sangat otoritatif dalam melakukan kontranarasi. Jika ada teman-teman yang terlibat dalam kontra-narasi, maka libatkanlah mantan pelaku dan para korban,” katanya menegaskan. [FS]

Baca juga Menyingkap Akar Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *