19/08/2020

Sosok Kecil Bermental Besar

Sederhana, polos, dan apa adanya. Itulah kesanku atas sosok Susi Afitriyani. Pipit sapaan akrabnya. Dari Brebes Jawa Tengah, perempuan berperawakan kecil ini merantau ke Jakarta. Niatnya mulia; bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Sembari bekerja, ia menuntut ilmu di salah satu universitas swasta di Jakarta Timur.

Aku bertemu dengannya usai peristiwa Kampung Melayu, Mei 2017. Awalnya aku mendapatkan informasi bahwa Pipit dirawat di RSUD Budhi Asih. Saat itu korban Bom Kampung Melayu memang tersebar di beberapa rumah Sakit. Selang dua hari setelah kejadian, aku bersama salah seorang rekan kerja di AIDA berupaya membesuk Pipit. Namun saat tiba di sana, ia sedang menjalani operasi untuk pemulihan bagian lengannya, sehingga tidak bisa dijenguk. Kami memutuskan menunda kunjungan.

Baca juga Jalan Panjang Pemaafan Penyintas Bom

Beberapa hari berikutnya aku mendapatkan kabar bahwa Pipit telah pulang ke indekosnya untuk melakoni rawat jalan. Selepas jam kerja, aku bersama teman kantor langsung menuju ke indekos Pipit. Butuh waktu untuk menemukannya. Tak ada warga yang bisa ditanyai karena kami tiba di kawasan itu persis saat azan maghrib berkumandang. Pipit sendiri tidak bisa dihubungi karena telepon selulernya rusak akibat pengeboman.

Berbekal kisi-kisi dari teman kuliah yang lebih dulu mengunjunginya, aku berhasil menemukan indekosnya. Kala itu Pipit telah ditemani oleh ibunya yang datang dari kampung halaman. Usai saling berkenalan, Pipit bercerita tentang musibah yang menimpanya. Kata “andaikan” berulang kali meluncur dari mulutnya.

Baca juga Pemaafan dalam Keimanan

Layaknya firasat, hari itu Pipit merasa sangat enggan melangkahkan kaki menuju kampus. Toh ia tetap berangkat. Hari itu perkuliahan berakhir lebih cepat ketimbang biasanya. Beberapa rekan kuliah sempat mengajaknya untuk kongko di suatu tempat. Ajakan yang ditolak oleh Pipit. Bersama Jihan Thalib (korban Bom Kampung Melayu lain), keduanya memutuskan pulang ke tempat masing-masing. Mereka berdua berjalan kaki sekira 200 meter menuju terminal Kampung Melayu untuk melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota (mikrolet).

Ketika menunggu di dekat halte transjakarta, ledakan terjadi 2 kali. Titiknya berdekatan. Pipit terpental dan sempat kehilangan kesadaran beberapa detik. Ia lantas berlari menjauhi titik ledakan. Ia tidak menyadari lengan kanannya terluka parah. Darah pun bercucuran. Ia baru tersadar saat ada orang yang berteriak tentang lukanya. Berselang beberapa detik, tubuhnya terjatuh ke tanah dan tak sanggup lagi berdiri.

Baca juga Perjuangan Pemulihan Psikis Korban Bom Thamrin

Perawatan medis dan konseling psikis di rumah sakit belum mengembalikan kondisi Pipit seperti sedia kala. Pipit harus mengurangi aktivitas fisiknya, terutama yang berhubungan dengan tangan kanan. Tulang pangkal lengan kanan yang patah memang telah dioperasi, tetapi masih sangat sulit digerakkan. Menurut dokter yang memeriksanya, Pipit memang harus melakukan operasi lanjutan setelah kondisinya membaik.

Kebersamaan Susi Afitriyani Bersama Penulis.

Waktu berlalu, kabar operasi lanjutan tak kunjung datang. Pipit memeroleh informasi bahwa prosedurnya sangat rumit. Komunikasiku dan Pipit terjalin intensif. Ia kerap mengabarkan perkembangan kondisinya. Sebagian kabar membuatku sangat terharu; “Kak Lida, aku sudah bisa tidur miring.” Lain waktu ia menuliskan pesan di seluler, “Kak Lida, aku bisa kuncir rambut sendiri meskipun di samping.”

Kemajuan itu tidak otomatis menunjukkan fisiknya benar-benar pulih, melainkan lebih karena ia berusaha membiasakan diri dengan kondisinya terkini. Aku sempat mendampinginya berobat di RSUD Pasar Minggu dengan menggunakan fasilitas Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tentu saja setelah mendapatkan rujukan dari Puskesmas.

Baca juga Ilham Perdamaian

Pipit sempat melakoni pemeriksaan di poli ortopedi dan poli saraf. Namun proses itu dihentikan lantaran lembaga negara yang berwenang menyarankannya berobat ke salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Namun karena pelbagai alasan, Pipit memutuskan menghentikan terapi medisnya. Walhasil hingga kini ia belum menjalani operasi lanjutan.

Sekarang kondisi fisiknya kian membaik. Pipit tak henti memanjatkan syukur kepada Allah Swt atas perkembangan itu. Meski tak pulih total, Pipit kembali menjalani aktivitas seperti sedia kala: kuliah. Semangat belajarnya masih sama seperti sebelum musibah. Kewajibannya pribadinya kini bertambah. Sejak setahun terakhir, Pipit resmi dipersunting oleh teman baiknya sejak duduk di bangku sekolah menengah. Selamat melakoni status baru, Pit. [LH]

Baca juga Korban Bom Kuningan Berdamai dengan Kenyataan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *