24/08/2020

Suluh Perdamaian di Kota Pahlawan

Aliansi Indonesia Damai- Surabaya memiliki sejarah istimewa bagi bangsa Indonesia. Pada 10 November 1945 para pemuda tanpa kenal takut menggempur pasukan sekutu yang hendak kembali menancapkan cengkeraman kolonialisme di bumi pertiwi. Peristiwa herois itu lantas diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Kendati demikian, musim gugur adakalanya datang. Dua tahun lalu, kota ini diguncang oleh serangan terorisme yang menyasar sejumlah lokasi. “Adakalanya matahari terang benderang, adakalanya musibah datang. Dan dua tahun lampau, Surabaya menorehkan sesuatu yang tidak harus terjadi,” demikian disampaikan pembina AIDA, Farha Ciciek Assegaf saat menjadi keynote speaker dalam kegiatan diskusi buku “La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan korbannya” yang digelar AIDA bersama BEM FIB Universitas Airlangga Surabaya, awal Agustus silam.

Baca juga Saatnya Mayoritas Menyuarakan Perdamaian

Peristiwa pengeboman itu digambarkan oleh Ciciek sebagai memori kelam yang melukai nurani. Tidak seperti aksi-aksi terorisme pada umumnya yang dilakukan oleh kalangan laki-laki, rangkaian serangan di Surabaya melibatkan perempuan, bahkan bersama anak-anaknya; satu keluarga inti.

Belajar dari peristiwa, ia mengingatkan bahwa persoalan terorisme bukan hanya persoalan politik, ekonomi, dan sosial semata. Lebih dari itu, menurut Ciciek, persoalan terorisme bahkan bisa bermula dari lingkup terkecil, yaitu keluarga. “Persemaian terorisme bisa dilakukan di dalam rumah, oleh anggota keluarga, oleh orang yang sangat dianggap mustahil untuk menjerumuskan anak-anaknya ke dalam kubangan penderitaan, apalagi maut,” ungkap pendiri lembaga Tanoker Ledokombo Jember itu.

Baca juga Terorisme Bisa Bermula dari Lingkup Keluarga

Ciciek mengajak mahasiswa untuk terlibat dalam perdamaian, khususnya di Surabaya. Harapannya tidak ada lagi kekerasan yang dapat menimbulkan korban tak bersalah. Ia pun optimis, Surabaya akan belajar dari masa kelam untuk membangun masa depan yang lebih damai. “Saya berharap, mudah-mudahan ini yang terakhir kalinya, dan ke depan Surabaya lebih menjadi tegar, karena perdamaian dan hal-hal positif lain yang sangat kita perlukan,” katanya.

Ciciek berharap kegiatan ini dapat membangkitkan kesadaran bersama betapa kekerasan masih menjadi persoalan di Indonesia. Walaupun dengan skala yang kecil, kegiatan ini diharapkan dapat menyalakan suluh perdamaian di Kota Surabaya. “Walaupun kecil, untuk memberikan warna yang lebih baik, tidak terbenam dalam kegelapan dan peristiwa-peristiwa berdarah,” katanya. [AH]

Baca juga Jihad Tak Bisa Dihilangkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *