23/08/2020

Menyembuhkan Luka Batin Anak Korban Bom

Aliansi Indonesia Damai- Dalam salah satu kegiatan virtual AIDA pada Rabu (18/8/2020), salah seorang korban Bom Bali 2002, Ni Luh Erniati, mengisahkan perjuangan kebangkitannya. Peristiwa 18 tahun silam itu selain merenggut nyawa suaminya, juga menyisakan luka batin pada dirinya dan kedua anaknya yang masih sangat belia. Hal paling berat adalah menjelaskan kepada anak-anaknya apa yang sesungguhnya terjadi. 

Erni, demikian perempuan asli Bali ini akrab disapa, harus rutin menjalani konseling psikis. Selain harus menyembuhkan problem psikisnya sendiri, Erni juga bingung bagaimana menjelaskan apa yang terjadi pada dua buah hatinya, terutama si bungsu. Ketika sang anak bertanya mengenai keberadaan sang ayah, Erni kembali dirundung kesedihan.

Baca juga Penyintas Bom Bali Menjadi Ibu Sekaligus Bapak

Pernah suatu ketika, anak bungsunya menangis terus menerus sepanjang malam. Musababnya, ia mendapatkan pelajaran di sekolah tentang silsilah keluarga. Pelajaran tersebut mengingatkannya pada sang ayah. Didorong oleh rasa rindu yang memuncak, sang anak merengek meminta Erni agar membawa ayahnya pulang. Bertahun-tahun Erni memang tak pernah jujur. Ia selalu mengatakan bahwa sang ayah sedang mencari uang dan pada saatnya akan kembali membawakan oleh-oleh.

Hari pertama sang anak merengek, Erni masih bisa mengalihkan pembicaraan. Namun, pada hari-hari berikutnya, tangis anaknya tak kunjung mereda. Saat itulah Erni memutuskan bahwa anaknya mesti tahu yang sebenarnya. Terlebih anaknya sudah berumur sembilan tahun.

Baca juga Penyintas Bom Bali Menjadi Bapak Sekaligus Ibu

Ketika Erni menceritakan hal yang sebenarnya, tangis sang anak kian menjadi-jadi. Ia tidak percaya ayahnya telah tiada. “Gak. Papa gak meninggal. Papa masih ada. Papa harus pulang,” ucap Erni mengenang teriakan anaknya. Tak ayal saat itu mereka berdua menangis bersama.

Anak bungsunya lantas bertanya mengapa Erni menangis. Ternyata ia tak tega melihat ibunya bersedih. “Pas saya menangis, dia bilang, mama kenapa mama kenapa? Mama gak boleh nangis,” kenangnya. Erni menimpali, “Kalau memang adek sayang sama mama, adek cukup, jangan tanya papa lagi! Karena papa sudah di surga. Adek sekarang sama mama dan kakak,” tutur Erni.

Baca juga Penyintas Bom Bali: Lawan Kekerasan dengan Menebar Kebaikan

Erni lantas menyingkirkan barang-barang yang dapat membangkitkan kembali kenangan tentang sang ayah. Erni melepas foto suaminya dari dinding dan menyimpannya di lemari. Butuh waktu tiga tahun bagi si bungsu untuk mengikhlaskan kepergian ayahnya.

Pada usia 12 tahun, ia sudah sanggup menulis surat untuk mendiang ayahnya. “Waktu itu ada peringatan Bom Bali. Ia sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dalam surat itu ia bilang, Papa tidak akan kembali lagi. Saya berjanji akan menjaga Mama untuk Papa,” ungkap Erni.

Baca juga Nyoman Rencini, Mewujudkan Mimpi Mendiang Suami

Saat ini, Erni rutin berkegiatan dengan mantan pelaku sebagai bagian dari tim perdamaian. Dia sering menceritakan aktivitasnya bersama mantan pelaku kepada anak-anaknya. Dengan menceritakan hal tersebut, Erni ingin menyampaikan pesan kepada anak-anaknya agar tidak menyimpan dendam. Erni selalu mengajak anak-anaknya untuk bangkit dan melupakan masa lalu.

“Akhirnya sampai sekarang anak-anak santai saja (soal kedekatan dengan mantan pelaku). Bahkan kemarin mereka ingin sekali ikut saya berkegiatan. Karena saya selalu menanamkan pentingnya memaafkan dan tidak mengingat masa lalu yang menyedihkan,” ujar Erni.

Baca juga Tarikan Ajaib Bocah Kecil

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *