22/11/2020

Bangkit Karena Rasa Tanggung Jawab (Bagian II)

Aliansi Indonesia Damai- Ledakan Bom Bali 2005 memaksa I Ketut Suartana menjalani perawatan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar selama hampir satu bulan. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan, gotri menancap di tulang kaki dan perut. Bagian dalam telinganya juga robek akibat kencangnya suara ledakan. “Saat itu kami para korban dapat bantuan tim medis Singapura. Telinga yang robek bisa sembuh, tapi tidak bisa kedengaran seperti semula,” katanya.

Sementara untuk mengambil gotri yang menancap di tubuhnya, Ketut harus menjalani beberapa kali operasi. Operasi pertama dilakukan untuk mengambil gotri di kakinya. Setelah operasi kaki berhasil, Ketut menyiapkan diri untuk operasi selanjutnya guna mengambil gotri di perut. Sayangnya, operasi tersebut urung terlaksana.

Baca juga Bangkit Karena Rasa Tanggung Jawab (Bagian I)

Menurut dokter, lebih berisiko jika gotri di dalam perut diambil mengingat posisinya yang sulit. “Akhirnya lebih baik dibiarin aja. Saya nego sama dokter agar diberi jaminan kalau ada keluhan, pelayanannya nanti dipercepat,” ujar Ketut.

Setelah kondisinya mulai membaik, Ketut diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan. Meski operasi berhasil, ketika berjalan, kaki Ketut masih terseok-seok. Ketut merasa banyak yang berubah dari hidupnya.

“Sebenarnya kejadian yang saya alami ini adalah titik balik kehidupan saya. Akhirnya saya sebagai seorang ayah yang menjadi tulang punggung tidak bisa seperti biasa. Istri harus bekerja lagi. Saya bersyukur, keluarga dan anak mengerti dan support,” ungkapnya.

Baca juga Penyintas Bom Thamrin Memaafkan demi Ketenangan

Usai 3 bulan menjalani proses pemulihan, Ketut memaksakan diri untuk bekerja kembali. Beruntung, pihak Menega Café, tempatnya bekerja, memahami kondisi fisiknya. Melihat Ketut berjalan terpincang-pincang, pihak manajemen menempatkannya di posisi kasir.

“Saya dilema. Saya punya hutang untuk upacara anak kedua saya. Saya bingung apakah saya bisa bekerja. Masih ada trauma juga. Tapi setelah 3 bulan saya paksakan diri saya kerja lagi,” tutur pria 48 tahun ini.

Baca juga Dampak Berlipat Korban Terorisme

Hingga kini, luka Ketut masih membekas. Gotri masih bersarang di perutnya. Kaki dan telinganya pun tak bisa kembali normal seperti sedia kala, namun hidup harus tetap berlanjut. Ia memilih untuk bangkit. Ia meyakinkan dan memberanikan diri untuk tetap menjalani hidup dengan baik, mengingat tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Pengalaman pahit membuat Ketut terus menyimpan harapan agar kejadian yang menimpanya tak akan pernah terulang kembali. “Untuk ke depannya saya berharap ada kedamaian dan tak ada lagi kejadian seperti  itu. Semoga pelaku tidak ulangi lagi apa yang mereka perbuat. Tidak ada gunanya saling menyakiti,” katanya.

Baca juga Bersahabat dengan Mantan Ekstremis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *