21/11/2020

Penyintas Bom Thamrin Memaafkan demi Ketenangan

Aliansi Indonesia Damai- Pernah terjebak dalam serangkaian aksi teror membuatnya trauma. Empat tahun silam, saat Nurman Permana dan kakaknya tengah menyeberang di perempatan Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, dentuman bom mengguncang lokasi mereka. Suasana berubah mencekam.

Saat perhatian Permana dan pejalan kaki lain tertuju pada ledakan di kedai kopi Starbuck, ledakan kedua terjadi di pos polisi, tepat di belakang mereka berada. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri. Serpihan bom menancap di lengan dan ketiak Permana. Gendang telinganya luka yang membuat pendengarannya belum pulih sampai sekarang.

Baca juga Dampak Berlipat Korban Terorisme

Meski sempat dihinggapi trauma cukup lama, Permana berhasil melalui masa-masa sulit. Lebih dari itu, Permana mengaku telah memaafkan pelakunya. “Memaafkan pelaku pengeboman itu pasti, biar akunya juga tenang. Jujur awalnya kesel, tapi seiring berjalannya waktu, alhamdulillah sudah tidak,” kata Permana dalam kegiatan dialog interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA di SMAN 8 Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.

Di hadapan 48 siswa-siswi yang bergabung secara daring, Permana menceritakan proses pemaafan itu. Salah satu prosesnya adalah saat bertemu Kurnia Widodo, mantan pelaku terorisme dalam sebuah acara yang digagas oleh AIDA dua tahun lalu. “Saya ngeliat Pak Kurnia ini setiap mau mengisahkan perjalanan pertobatannya selalu diawali dengan meminta maaf kepada korban-korban terorisme. Dan ia tidak pernah melupakan hal itu,” ucapnya.

Baca juga Berbagi Cerita Melawan Trauma

Dari pengalaman itu, Permana meyakini bahwa permintaan maaf Kurnia sangat tulus. Sebagai manusia biasa Permana merasa harus memaafkan dan memilih mengikhlaskan apa yang telah terjadi kepadanya. Menurut Permana, ketika hati terus merasa kesal dengan apa yang telah terjadi, maka tidak akan ada ketenangan hidup.

Selain itu, motivasinya memaafkan pelaku tak lepas dari ikhtiarnya menyambung tali silaturahmi antarpenyintas yang juga telah memaafkan pelakunya. Pertemuan itu saling menguatkan, mendukung, dan membantu penyintas lain yang masih belum pulih dari luka.

Baca juga Bersahabat dengan Mantan Ekstremis

Merespons pertanyaan siswa tentang hikmah yang diperolehnya dari musibah itu, Permana mengatakan bahwa peristiwa itu membuatnya jadi  ingat akan kematian yang bisa datang kapan saja. Sehingga Permana kini menjadi sosok yang lebih bisa menghargai waktu.

Salah seorang siswa mengaku terinspirasi dari sikap pemaafan Permana. “Saya salut banget dengan sikap Kak Permana yang bisa memaafkan dan mengikhlaskan. Misal saya sendiri jika mengalami itu tentu sangat berat,” ucapnya.

Baca juga Semangat Belajar Penyintas Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *