Dialog Pelajar dengan Mantan Ekstremis
Aliansi Indonesia Damai – Akhir Februari lalu, AIDA menggelar Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 5 Malang, Jawa Timur. Hadir sebagai narasumber adalah Tim Perdamaian AIDA yang terdiri dari mantan pelaku terorisme dan korbannya. Mereka berbagi kisah tentang lika-liku hidup sekaligus mengajak generasi remaja untuk mencintai perdamaian.
Setelah menyimak dan mendengar kisah mereka, sebagian peserta bertanya sekaligus memberikan kesan dan pesannya. Kepada Iswanto, mantan pelaku terorisme, salah seorang siswa bertanya bagaimana cara membedakan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan kelompok ekstrem dengan yang lazimnya.
Baca juga Berbagi Semangat Ketangguhan di SMAN 5 Malang
Menurut Iswanto, hal tersebut dapat dilihat dari segi kurikulum yang digunakan. Berdasarkan pengalamannya, Iswanto menceritakan bahwa biasanya lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan kelompok ekstrem tidak mengikuti kurikulum pendidikan dari pemerintah, lebih menitikberatkan pada materi tentang dakwah dan jihad, serta tertutup dari pihak luar.
Selain itu, Iswanto juga memaparkan bahwa ciri lain yang dapat dijadikan pedoman adalah adanya doktrin untuk membenci pejabat negara. “Dulu kita (anggota jaringan ekstrem: Red) didoktrin betul untuk tidak suka dengan pejabat negara, baik dengan kepolisian, TNI, dan sebagainya. Lebih ditekankan pada urusan jihad dan dakwah,” ujarnya.
Baca juga Menyemai Ketangguhan di SMK Budi Mulia Malang
Selain kepada Iswanto, beberapa peserta juga mengajukan pertanyaan kepada Jihan Thalib, korban Bom Kampung Melayu 2017. Salah seorang siswi mengungkapkan keingintahuannya tentang cara Jihan menghadapi trauma pascakejadian itu. Jihan mengaku bahwa selama empat bulan pertama ia sempat merasakan kecewa atas musibah yang ditimpanya.
Ia bertanya-tanya kenapa harus dirinya yang menjadi korban, padahal sejatinya para pelaku memiliki target lain. Namun perlahan ia berusaha ikhlas atas musibah itu. Kepada peserta, Jihan berpesan untuk tetap tidak menyerah dan bersikap zuhud. “Saya bangkit bisa juga adik-adik jadikan pedoman atau prinsip hidup, dengan berlaku zuhud. Zuhud itu sendiri artinya adalah tidak terlalu mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi,” pesannya.
Baca juga Dialog Siswa SMK Budi Mulia Malang dengan Penyintas Bom
Salah seorang pelajar lain mengaku menjadi tahu ciri-ciri organisasi ekstrem . Belajar dari apa yang disampaikan narasumber, ia mengaku banyak belajar dari kisah-kisah itu. Selain itu, ia menyampaikan bahwa Iswanto memberikan sudut pandang yang konkret. “Kita bisa mengetahui sudut pandang dari Pak Iswanto sendiri sebagai mantan pelaku daripada sudut pandang orang lain yang hanya mendengarkan saja,” ujarnya. [WTR]
Baca juga Dialog Siswa SMAN 4 Malang dengan Mantan Ekstremis