19/08/2021

Menetralkan Paham Kekerasan

Aliansi Indonesia Damai- “Kayak es batu di dalam freezer, itu kan keras dan susah. Dia harus dikeluarkan dulu dari freezer supaya mencair. Seperti halnya menyadarkan rekan yang berpaham ekstrem, keluarkan dari komunitas. Kemudian baru kita berikan pembanding dengan cara menguatkan orang tersebut dengan bacaan literasi karya ulama. Insya Allah bisa sadar.”

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mukhtar Khairi, mantan penganut ekstremisme kekerasan, dalam Dialog Interaktif  Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang dilaksanakan AIDA di SMAN 4 Makassar, Senin (09/08/2021). Sebelumnya salah seorang peserta menanyakan tentang strategi menyadarkan seseorang yang sudah terhasut oleh kelompok ekstremisme kekerasan.

Baca juga Siswa SMAN 4 Makassar Belajar dari Korban Bom

Menurut Mukhtar, cara tersebut cukup efektif bagi seseorang yang telah terinfeksi paham ekstrem namun belum merencanakan aksi. Sedangkan untuk seseorang yang sudah terhasut dan telah merencanakan aksi teror, agak sulit untuk menyadarkannya kecuali dengan izin Allah.

“Kenapa kelompok teroris yang di Sulteng seperti MIT (Mujahidin Indonesia Timur) bisa bertahan di situ lama dan menebar teror di situ?” ujar peserta lain melemparkan pernyataan kepada Mukhtar.

Baca juga Pesan Damai Siswa SMAN 22 Makassar

Merespons hal tersebut, Mukhtar memandang bahwa anggota MIT sangat terbatas mendapatkan informasi dan tidak update dengan perkembangan terkini. Sehingga pemikiran mereka yang terbentuk sejak dahulu, susah untuk berubah.

“Karena terbatas mendapatkan informasi, mereka tidak mengetahui betapa banyak perubahan dengan para tokoh kelompok mereka. Terakhir anggota MIT menghubungi teman saya untuk meminta dukungan, akan tetapi teman saya pemahamannya sudah lurus,” ucapnya.

Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Makassar (Bag. 1)

Mukhtar menambahkan, sejak pemerintah memberikan berbagai fasilitas kepada mantan anggota terorisme di Poso, salah satunya pemberdayaan ekonomi, paham ekstremisme kekerasan di kalangan mereka semakin redup.

Seorang peserta lain mengaku penasaran dengan perasaan dan emosi teroris. “Apa rasa simpati masih ada dalam diri teroris ketika melakukan pengeboman terhadap targetnya? Apa mereka tidak berpikir perbuatannya dapat mengancam nyawa orang-orang di sekitarnya?”

Baca juga Dialog Mantan Napiter dengan Siswa SMA Hang Tuah Makassar

Menurut Mukhtar, berdasarkan pengalamannya dulu, kelompoknya menganggap bahwa masyarakat saat ini berada dalam masa jahiliyah. Kelompok ekstremis berniat menyelamatkan masyarakat. Sayangnya hal itu dilakukan dilakukan dengan penuh kebodohan.“Kami dulu terlalu percaya diri dengan kebodohan itu, sehingga menimbulkan kerusakan yang banyak. Karena tidak didampingi tokoh ulama sehingga pemikiran kami jadi ngawur,” ucapnya. [SWD]

Baca juga Semangat Ketangguhan dari SMKN 4 Makassar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *