Ketangguhan Penyintas di Mata Siswa SMAN 2 Surakarta
Aliansi Indonesia Damai- Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA di SMAN 2 Surakarta, Kamis (02/09/2021) lalu, mengundang banyak simpati dari siswa kepada penyintas terorisme. Sejumlah peserta melontarkan pembelajaran, dukungan, dan rasa haru atas ketabahan dan ketangguhan hidup penyintas.
Nanda Olivia Daniel, penyintas Bom Kuningan 2004, yang dihadirkan AIDA pada acara itu berbagi kisah tentang perjuangan hidup usai terkena ledakan. Sembari menitikkan air mata, Nanda berusaha mengingat kembali kejadian demi kejadian di masa lalu. Meski tak mudah, ia terus berusaha menceritakan dampak nyata dari aksi-aksi kekerasan. Dengan kisah-kisahnya ia berharap generasi muda dapat mengambil pembelajaran untuk mewujudkan perdamaian.
Baca juga Menyemai Bibit Perdamaian di SMAN 4 Surakarta
Sejumlah siswa pun menyampaikan pembelajaran dari kisah penyintas. Salah seorang siswa mengatakan, setiap orang pasti mempunyai masalah dengan kadar yang berbeda-beda. Sebagai generasi muda, ia berkomitmen untuk kuat menghadapi setiap masalah yang ada. Belajar dari pengalaman Nanda, kunci menyelesaikan persoalan adalah dengan tetap tabah, kuat dan bangkit untuk melanjutkan perjalanan panjang kehidupan di masa depan.
“Dari Ibu Nanda saya belajar bahwa jika kita diberi ujian hidup yang berat, kita masih bisa bangkit, dan tetap semangat untuk menjalani hidup selanjutnya. Selain itu, sebagai seorang pelajar kita harus bisa menjaga diri dari ekstremisme. Jangan ada pikiran untuk membalas kejahatan dengan kejahatan,” ujarnya.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 4 Surakarta dengan Mantan Ekstremis
Para peserta yang berasal dari berbagai jurusan dan latar belakang itu tampak antusias mengikuti kegiatan. Pertanyaan, tanggapan dan simpati muncul di kolom chat room zoom saat penyintas berbagi kisahnya. Seorang siswi menyebut penyintas terorisme sebagai teladan keteguhan dan pantang menyerah menghadapi situasi dan kondisi seberat apa pun. Ia mengaku kagum atas keikhlasan penyintas memaafkan perbuatan pelakunya.
“Jangan pernah menyerah untuk hidup walaupun rintangan yang kita lalui begitu berat. Jangan pula selalu membenci terus menerus orang yang pernah berbuat salah kepada kita karena dendam itu tidak pernah baik,” ujar siswi jurusan Ilmu Pengetahuan Alam itu.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 5 Surakarta dengan Korban Bom Bali
Senada dengannya, menurut seorang siswa yang juga berasal dari jurusan yang sama, penyintas merupakan potret ketangguhan manusia. Ketangguhan itu dibangun dari nilai-nilai keikhlasan, kesabaran dan kesediaan menerima takdir yang sudah ditetapkan. “Memaafkan terhadap sesama manusia itu sangatlah mulia,” ucapnya.
Apa yang diterima penyintas menurut salah seorang siswi sesungguhnya tak mudah. Ada penderitaan yang mendalam karena mereka sejatinya tak punya persoalan apa-apa dengan pelaku namun harus menanggung deritanya sendiri. “Itu tak mudah, tapi saya bisa belajar untuk mengasihi orang, termasuk yang telah melukai kita,” katanya.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 5 Surakarta dengan Mantan Ekstremis
Salah satu kunci dari kebangkitan penyintas menurut salah seorang siswa adalah mereka mampu menerima takdir dan berdamai dengan masa lalu. Dengan cara itu seseorang bisa merasa ringan menghadapi persoalan dan ujian seberat apa pun. “Kuncinya bisa berdamai dengan masa lalu dan ikhlas atas apa yang telah terjadi di masa lalu,” katanya.
Selain itu, dari kisah penyintas seorang siswi meyakini bahwa Allah SWT tidak akan memberikan ujian dan cobaan di luar batas-batas kemampuan seseorang. Karena itu, ia mengajak generasi muda untuk terus mensyukuri apa pun yang telah terjadi serta mampu menyerap hikmah dari setiap peristiwa. “Setiap sesuatu sangat berharga. Selalu syukuri apa yang kita miliki sekarang sebelum semuanya hilang,” ujar siswi jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. [AH]
Baca juga Dialog Siswa SMAN 6 Surakarta dengan Mantan Ekstremis