Menuju Kedamaian yang Kafah
Aliansi Indonesia Damai- Mukhtar Khairi (38 tahun) sempat berkubang dalam jaringan ekstremisme kekerasan selama bertahun-tahun. Awalnya ia “diracuni” dengan narasi kebencian terhadap negara-negara Barat yang menindas umat Islam di sejumlah negara Timur Tengah. Video-video penderitaan umat muslim di Irak dan Afghanistan dipertontonkan tanpa sensor, sebaliknya dibumbui narasi-narasi provokatif.
Secara bertahap, doktrin yang diajarkan kepada Mukhtar berkembang tentang kewajiban menegakkan syariat Islam secara total dalam kehidupan sosial dan politik. Kewajiban ini tak bisa ditawar karena terkait dengan akidah sebagai mukmin sejati. Karena Republik Indonesia tidak menerapkan ajaran Islam sebagai dasar negara, maka berstatus kafir sehingga layak diperangi. Narasi yang dikembangkan adalah kezaliman pemerintah terhadap kaum muslimin. Segala jenis upacara dan penghormatan terhadap simbol-simbol negara adalah keharaman.
Baca juga Ketika Ekstremis Mengaku Khilaf (Bag. 1)
Narasi tersebut mendorong Mukhtar dan banyak rekannya untuk menyiapkan aksi jihad dalam rangka menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi. Pada tahun 2010, sejumlah ekstremis lintas tandhim (kelompok) sepakat menggelar pelatihan militer (i’dad ‘askary) di pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar. Mukhtar pun bergabung. Kepada keluarganya ia pamit hendak bekerja di Kalimantan. Tentu saja bualan belaka. Di dalam hutan Aceh Besar, ia belajar beberapa keterampilan tempur, seperti map reading, taktik infanteri, merakit bahan peledak, dan menggunakan senjata api.
Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh pula. Peribahasa ini layak dialamatkan kepada Mukhtar. Pelatihan itu terbongkar aparat keamanan. Orang-orang yang terlibat menjadi buronan dan ditangkap, termasuk Mukhtar. Pada tahun 2011, ia divonis hukuman 8 tahun penjara dan ditempatkan di Lapas Cipinang. Namun jeruji besi ternyata tak menyurutkan nyali. Mukhtar justru semakin bersikap ekstrem karena bisa belajar langsung dari pentolan ekstremis Aman Abdurrahman.
Baca juga Ketika Ekstremis Mengaku Khilaf (Bagian 2- terakhir)
Mukhtar mengharamkan olahraga yang bersifat permainan, menolak salat berjamaah di masjid Lapas, bersikap tertutup, dan merasa paling benar. Ia juga menganggap pernikahan orang yang tidak sepaham sebagai hasil perzinahan, pelaku demokrasi sebagai musyrik, negara sebagai thaghut, dan aparatnya sebagai ansharut thaghut. Ia sangat membenci dan memusuhi personil TNI, Polri, dan juga petugas Lapas.
Menurut Mukhtar, dalam komunitas ekstremis, sekadar tersenyum kepada orang-orang yang dilabeli ansharut thaghut dapat dihukumi sebagai munafik bahkan murtad. Puncak ekstremitas dalam diri Mukhtar adalah saat ia mengkafirkan orang tuanya sendiri karena tidak sepaham dengannya.
Baca juga Saat Napiter “Kehilangan” Anaknya
Saat di puncak pemikiran ekstrem itulah, hidayah Allah menyapa Mukhtar. Pada tahun 2014, saat ISIS sedang gencar-gencarnya menebar propaganda, ia justru diperlihatkan berbagai kejanggalan pahamnya. Ia kerap menonton video-video kekejaman serdadu ISIS yang di luar batas kemanusiaan. Ia lantas melakukan refleksi dan mulai membuka diri untuk menyimak kajian-kajian di luar kelompoknya.
Ia menelaah lagi sejumlah buku dan kitab-kitab yang menjadi pegangan penganut ahlus sunnah wal jamaah. Salah satu kesimpulan yang diperolehnya; perkara politik dan pemerintahan berada dalam lingkup kajian fiqh yang memang membuka lebar-lebar ruang perbedaan, serta tidak terkait dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya; jihad tak sekadar bermakna implementatif perang; bersungguh-sungguh melakukan amal baik demi meraih ridha Allah juga bentuk jihad.
Baca juga Hati-Hati Mencari Ilmu
Kesadarannya semakin menguat saat Mukhtar dipertemukan dengan sejumlah korban terorisme. Kisah ketangguhan korban membangkitkan empati kemanusiaannya. Ia tak bisa membayangkan jika dirinya ada dalam posisi korban, apakah mentalnya bisa sekuat mereka. Meski tak pernah terlibat dalam aksi-aksi pengeboman, Mukhtar berbesar hati untuk meminta maaf kepada setiap korban bom yang ditemuinya. Bagaimana pun ia pernah berada dalam satu barisan pemahaman dengan para pelaku pengeboman.
Sebagai bentuk penebusan kesalahannya di masa lalu, Mukhtar memantapkan diri terlibat dalam segala jenis kampanye perdamaian. Ia terinspirasi oleh QS. Al-Baqarah ayat 208:
يَا اَيُّهَا الَّذِينَ اَمَنُوا ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كآفَّة
Salah seorang gurunya menjelaskan tafsir ayat ini dengan mengutip penjelasan dari mufassir Fakhruddin Ar-Razy yang memaknai kata assilmu sebagai perdamaian. Sehingga setiap muslim yang beriman harus memasuki sistem perdamaian secara kafah alias total. Ia tak segan berbagi kisah hidupnya kepada banyak orang dengan harapan dapat membentengi mereka dari ekstremisme.
Baca juga Jalan Hijrah Mantan Ekstremis