28/07/2022

Mahasiswa: Entitas Moral Gerakan Perdamaian

Mahasiswa dalam sejarahnya selalu membawa angin perubahan di negara ini. Gerakan mahasiswa terbukti mampu menggerakkan masyarakat dari keadaan yang terpuruk menjadi bangkit dan maju. Suara-suara mereka kerap menjadi alarm bagi penguasa yang menyimpang. Nurani mahasiswa juga menuntun gerak langkah mereka di kampus. Kampus adalah jembatan mahasiswa untuk menjadi tokoh nasional, pengusaha, profesional, tokoh masyarakat, yang kelak akan sangat menentukan masa depan negeri ini.

Visi gerakan mahasiswa kokoh bagaikan pegunungan di daratan dan bergemuruh laksana samudra di lautan. Di pundak mereka yang liat itu, ada harapan besar bagi segenap komponen bangsa.

Baca juga Psikologi Memaafkan (bag. 1)

Tetapi mahasiswa juga manusia biasa. Anak muda yang punya gairah dan semangat berapi-api: emosional, masih gagap membaca situasi, dan kadang keliru mengambil kesimpulan. Butuh dukungan banyak pihak untuk membuat gerakan mahasiswa lebih efektif dalam menjawab tantangan zaman, termasuk masalah kekerasan (ekstremisme) di lingkungan sekitar mereka.

Jujur diakui bahwa masalah kekerasan ekstrem belum sepenuhnya menjadi perhatian gerakan mahasiswa. Padahal ada ribuan bahkan ratusan ribu mahasiswa terjerat dalam ideologi ekstrem. Korban ekstremisme dengan kekerasan sudah berjatuhan di mana-mana, dari Aceh hingga Papua.

Baca juga Psikologi Memaafkan (bag. 2)

Ideologi ekstrem adalah paham atau keyakinan yang berlebihan yang berbeda dengan nilai-nilai dan pandangan umum di masyarakat. Perilaku ekstremisme merujuk pada “ide-ide politik yang bertentangan secara diametris dengan nilai-nilai inti masyarakat. … Atau itu bisa berarti metode yang digunakan aktor untuk mewujudkan tujuan politik apa pun” (Stephens, Sieckelinck, Boutellier, 2021).

Ada banyak organisasi dan jaringan ekstrem di Indonesia yang punya cita-cita berbeda secara diametral dengan apa yang secara umum dianut di masyarakat. Banyak di antaranya sudah dinyatakan pemerintah sebagai organisasi terlarang. Namun kendati organisasinya sudah dibubarkan, para ideolog dan militannya masih bebas menyebarkan paham ideologi dan ajaran-ajaran mereka, sambil melakukan rekrutmen dan radikalisasi.

Baca juga Psikologi Memaafkan (Bag. 3)

Kelompok tersebut menyasar berbagai pihak, menargetkan berbagai kelas sosial dan kalangan, tak terkecuali mahasiswa. Hingga korban terus berjatuhan termasuk anak-anak, remaja, dan mahasiswa.

Sudah saatnya mahasiswa mengambil alih kampanye antiekstremisme ini. Bila selama ini, bahaya ekstremisme hanya ramai disampaikan oleh pemerintah dan segelintir NGO/LSM, maka akan lebih tepat manakala kaum muda turut serta: dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa. Jantung kepemudaan (youth) ada di kelompok ini.

Baca juga Psikologi Memaafkan (Bag. 4-Terakhir)

Ini akan menjadi panggilan sejarah. Kenapa? Ada banyak peristiwa kekerasan ekstrem (terorisme) di mana mahasiswa dan pemuda telah menjadi pelaku dan korban sekaligus. Berbagai pelaku ada yang berasal dari kampus di Bandung, Jakarta, Malang, Pekanbaru dan kota-kota lain. Demikian halnya korban langsung dan tidak langsung dari aksi terorisme.

Bahkan sebagai pelaku pun, si individu mahasiswa harus menanggung beban hidup jangka panjang: putus kuliah, meniti hidup di penjara, jauh dari restu orang tua, hingga masa depan yang tidak menentu.

Baca juga Meneladani Kesabaran Nabi Ibrahim (Bag. 1)

Maka peran mahasiswa dapat menjadi solusi dengan membangun narasi positif yang menghubungkan entitas pelaku dan korban; meskipun dalam kasus terorisme, tidak ada kaitan langsung antara pelaku dan korban.

Mahasiswa dapat mengamalkan hadis Nabi Saw, “Unshur akhaka zaliman au mazluman,”(tolonglah saudaramu yang zalim atau yang dizalimi).  Cara menolong yang zalim yaitu, mahasiswa dapat mendeteksi dan menangkal manakala ada tanda-tanda kelompok ekstrem di kampus dan sekitarnya.

Idealisme dan kemurnian gerakan mahasiswa dapat membawa kampanye ini sebagai gerakan di grassroot, yang sepenuhnya bertumpu pada pemikiran, aksi, dan anggaran yang bersumber dari inisiatif mahasiswa. Gerakan ini akan memberikan makna yang suci bagi usaha-usaha pembangunan perdamaian di Indonesia.

Baca juga Meneladani Kesabaran Nabi Ibrahim (Bag. 2-terakhir)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *