12/09/2022

Disonansi Memicu Koreksi Bag. 1

Perubahan dalam diri bisa dipicu oleh apa pun. Termasuk pada diri mantan narapidana terorisme. Sebut saja namanya Fulan. Rekam jejaknya di jaringan ekstremisme kekerasan cukup mentereng. Ia dua kali menjalani hukuman penjara karena kasus yang sama: terorisme. Perannya pun tak sembarangan. Karena memiliki religious credential, Fulan diposisikan sebagai ustaz yang sangat dihormati di kalangan ekstremis.

Pertobatan Fulan berawal saat mendekam di Lapas. Untuk mengisi banyak waktu luang, Fulan membaca pelbagai buku yang tersedia, salah satunya La Tay’as; Jangan Putus Asa, karya Hasibullah Satrawi. Buku itu berisi refleksi penulis atas perjumpaannya dengan mantan pelaku terorisme dan korbannya.

Baca juga Mengikhlaskan Masa Lalu

Fulan mengaku membaca buku tersebut berulang kali. Ia menyerap betul maksud buku tersebut, sehingga mulai mengkritisi paham yang diyakininya. Buku itu cukup mengubah cara berpikirnya. Perubahannya semakin menguat saat AIDA memfasilitasinya untuk bertemu langsung dengan korban terorisme.

Pertemuan itu membuatnya semakin menyadari bahwa aksi kekerasan atas nama jihad yang dilakukan kelompoknya dulu adalah kekeliruan, karena menzalimi orang-orang tak bersalah. Padahal niat awalnya justru membantu umat Islam yang terzalimi. Faktanya kelompok Fulan justru melakukan tindakan zalim.

Baca juga Berdamai dalam Kemacetan

Fulan membayangkan, jika keluarganya yang menjadi korban terorisme pasti hatinya meronta-ronta dan bakal merasakan kesakitan yang panjang, bahkan bisa jadi tidak sekuat korban yang dijumpainya. Kini Fulan aktif mengampanyekan perdamaian sebagai upaya menebus atau memperbaiki apa yang dilakukannya di masa lalu. Ia berharap hal itu dapat meringankan bebannya di akhirat kelak.

Refleksi internal

Buku adalah susunan argumentasi logis yang ditawarkan oleh penulis kepada pembaca. Argumentasi tersebut dapat memantik persepsi pembaca tentang sesuatu yang mungkin terjadi dan tidak.

Bruner, salah satu ahli psikologi yang mengembangkan Teori Persepsi (1957), menyatakan, keputusan menyediakan satu proses untuk berdiskusi internal dalam diri manusia tentang koreksi perilaku/pemahaman yang salah. Proses koreksi tersebut akan melewati tahap mengumpulkan semua informasi, mengelompokkan informasi yang diperoleh, hingga melakukan konfirmasi tentang apa yang sudah dilakukan atau dipahami sebelum mengambil sebuah keputusan.

Baca juga Kebersihan Sebagian dari Perdamaian

Dalam pengalaman Fulan, apa yang diterimanya melalui buku adalah informasi yang bertolak belakang dengan apa yang sudah ia percayai. Banyaknya kisah korban yang diceritakan dalam buku, penyesalan mantan pelaku ekstremisme akibat perbuatannya masa lalu, hingga perspektif yang berbeda dengan kelompoknya membuat Fulan memiliki pandangan baru bahwa kekerasan yang dilakukan meski dengan tujuan yang mulia adalah kekeliruan.

Perubahan Fulan jika dilihat dari teori disonansi kognitif (dissonance theory) merupakan hasil dari ketidaknyamanan dalam dirinya (mental discomfort) karena dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya. Keadaan tidak nyaman ini disebut dengan disonansi.

Baca juga Berpikir Damai sejak Dini

Mengapa hal ini terjadi? karena proses indoktrinasi ekstremisme jarang mengedepankan nalar kritis, melainkan terkesan sangat feodalistik. Secara garis besar mantan pelaku ekstrem mengalami perubahan karena faktor self correction atau self deradicalization, bukan karena dorongan dari luar kelompoknya, tetapi murni karena pencarian sendiri.

Perubahan tersebut karena adanya dialog, baik dengan individu yang memiliki paham berbeda ataupun melalui dialog dengan konsep berbeda melalui bacaan. Hal ini menghasilkan disonansi kognitif yang mendorong orang berpikir ulang terhadap sesuatu yang sebelumnya mereka anggap negatif atau positif atau bahkan tidak terpikir sama sekali.

Baca juga Menjauhi Ranah Kekerasan

Puncaknya, semua hal yang Fulan baca terkonfirmasi dengan perjumpaannya dengan penyintas terorisme. Narasi yang utuh membuat ideologinya runtuh. Jihadnya untuk membalas kezaliman kepada umat Islam ternyata justru menzalimi sesama muslim. Cara jihadnya ternyata jahat. Perubahan dalam diri Fulan merupakan bentuk self-correction. Seseorang menyadari kesalahan dan langsung menyesuaikan dirinya untuk memperbaiki semua aspek kepribadian yang buruk agar dapat diterima secara sosial. (Bersambung)

Baca juga Tips Menghindari Pertengkaran di Medsos

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *