Home Inspirasi Aspirasi Damai Jalan Baru Mantan Petinggi Jamaah Islamiyah (Bagian 1)

Jalan Baru Mantan Petinggi Jamaah Islamiyah (Bagian 1)

Namanya Arif Siswanto. Salah satu aktor penting dalam pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) pada Juni 2024 lalu.

“Saya telah bergabung dengan JI sejak awal berdiri. Saya ini murid langsung, dan mengaji dengan pendiri JI ustaz Abdullah Sungkar di Solo dan melakukan baiat tahun 1993.” Demikian kata Arif Siswanto dalam kegiatan Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme bagi Petugas Pemasyarakatan yang dilaksanakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bekerjasama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan RI, pada 28 Mei 2025 di Yogyakarta.

Salah satu sub-materi yang disampaikan Arif adalah basis ajaran JI yang dia pahami. Dimana salah satu referensi yang mereka baca sebagai anggota JI adalah buku Sayyid Qutub (1964), Ma’alim fit Thoriq, yang berarti ‘Petunjuk Jalan’. Buku ini menjadi rujukan kelompok-kelompok jihad di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Baca juga JI Kembali ke NKRI: Menyimak Penuturan Mantan Petingginya (Bag. 1)

Pada bab terakhir dari buku Ma’alim fit Thoriq tersebut, dijelaskan ‘Petunjuk Jalan’ yang artinya umat harus berjihad demi keyakinan dan ideologi Islam, rela mati, dan harus bertempur sampai habis. Arif menambahkan, “Qutub mendasarkan keyakinan tersebut pada surat Al Buruj ayat 4-9. Ayat yang membahas tentang seseorang yang mempertahankan agamanya sampai rela dibakar dalam parit berapi.”

Arif Siswanto kemudian menegaskan bahwa dengan merujuk pada pemahaman tersebut, JI mengambil jalan berbeda dengan mayoritas umat muslim di Indonesia. Mereka memilih jalan jihad dengan senjata berhadapan dengan aparat pemerintah. Termasuk beberapa anggota, banyak melakukan aksi pengeboman di berbagai daerah: Bom Gereja, Bom Bali, Bom Kuningan dan lain-lain.

Sampai suatu saat, Arif mengatakan, “Saya mendapat kesempatan dari Allah SWT untuk merenung dan berpikir, lalu mendapat pencerahan bahwa jalan ini  (jihad senjata) bukanlah satu-satunya jalan, bukan pilihan yang tepat.” Setelah ia melewati semua perjalanan organisasi selama 30 tahun lebih tersebut Arif pun jalan baru, yakni jalan perdamaian. Ada beberapa alasan yang membuat Arif berubah dan ikut membubarkan organisasi JI.

Baca juga Direktur Ditjenpas: Jangan Lalai dengan Kejahatan Ideologi

Pertama, faktor kebaikan petugas lapas. Mereka terus melayani dengan baik, berbuat adil terhadap dirinya. “Mayoritas petugas lapas kan muslim, hanya sebagian kecil yang bukan muslim, tapi mereka semua berbuat dan bersikap adil terhadap dirinya. Sehingga saya mempertanyakan apa argumen saya untuk tetap bertahan di kelompok ini,” ujar Arif di hadapan peserta pelatihan.

Kedua, alasan lain yang membuat Arif berubah adalah ketika ia melihat bahwa pendirian negara republik ini merupakan kontribusi para ulama, artinya konsep tersebut dipikirkan secara matang dengan dalil-dalil syar’i. Katanya, “Dulu saya menginginkan sesuatu yang lebih puritan, lebih murni atau bisa dikatakan zero kemaksiatan, tapi pada kenyataannya mustahil, bahkan di zaman Nabi saja masih ada maksiat”. Ia kemudian menceritakan bahwa ada salah seorang sahabat Nabi yang telah beriman tapi tetap tidak meninggalkan mabuk. Arif pun meninggalkan gagasan puritan yang utopis tersebut. “Yang terpenting sekarang adalah jaminan keadilan dan penegakan hukum dari pemerintah, dan kebebasan menjalankan agama apapun bentuk negaranya,” jelasnya. Bersambung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *