Penyintas Bom Kedutaan Australia - Sucipto.jpg
Home Berita Saling Menguatkan Sesama Penyintas
Berita - 28/11/2018

Saling Menguatkan Sesama Penyintas

ALIANSI IDONESIA DAMAITragedi teror bom di Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada 9 September 2004 menyisakan kenangan pahit bagi korbannya. Sucipto Hari Wibowo ialah salah satunya. Dia masih ingat jelas bagaimana ledakan dahsyat mencederainya hingga menghabiskan hampir setahun masa penyembuhan.

Meskipun demikian, ia menolak untuk menyerah dari musibah. Alih-alih meratapi kondisi kesehatan akibat ledakan Bom Kuningan 2004, Sucipto aktif menggalang persatuan para penyintas dari tragedi tersebut untuk bersama-sama saling menguatkan.

Sucipto menceritakan kisahnya itu pada kegiatan Dialog Interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (8/11/2018). Acara itu diselenggarakan oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) sebagai ajang untuk memompa semangat ketangguhan generasi muda.

Penyintas Bom Kedutaan Australia - Sucipto.jpg
Penyintas Bom Kedutaan Australia – Sucipto. Foto: AIDA

 

Pria asal Mojokerto, Jawa Timur ini mengatakan bahwa trauma dari aksi teror itu sulit dihilangkan dari pikiran. “Saat kejadian, saya sedang mengendarai sepeda motor. Begitu terkena ledakan bom, sepeda motor saya lepas kendali. Dan, saya duduk di pinggir trotoar sambil menahan rasa sakit. Kepala bagian belakang saya sakit sekali dan telinga saya pekak,” ujarnya.

Dia menggambarkan, ledakan bom di depan Kedubes Negeri Kangguru berdampak pada kerusakan yang sangat parah. Makhluk hidup atau benda mati, baik yang berukuran besar maupun kecil, semuanya yang berada di dekat lokasi ledakan hancur lebur berantakan. Setiap orang yang ada di sekitar tempat kejadian berteriak histeris karena panik. “Tanaman di sekitar ledakan, daun-daunnya berguguran. Saya lihat teman-teman korban rahangnya tidak ada, ada yang matanya kena proyektil berdarah-darah, semua orang berteriak, gaduh sekali. Saya merasakan pusing, sementara keadaan tidak terlihat karena asap tebal,” jelas pria berkacamata itu.

Meksi harus menginap di rumah sakit beberapa pekan, kemudian melanjutkan rawat jalan sepanjang tahun, Sucipto menolak untuk menjadi pribadi pesimis dan lemah. Dia kembali bersemangat menatap kehidupan karena menyadari masih banyak anugerah Tuhan yang tercurah untuknya. “Pada tahun 2005, alhamdulillah saya dikaruniai anak. Itu yang membuat saya kembali semangat menjalani hidup,” ungkapnya.

Sucipto mengatakan bahwa dirinya ikhlas menerima semua kejadian yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt. karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia ini tanpa kehendak-Nya. Ia merasa bersyukur lantaran ledakan bom tidak sampai merenggut nyawanya.

Beberapa waktu setelah kondisi kesehatannya membaik, dia bersama beberapa penyintas Bom Kuningan 2004 menginisiasi berdirinya Forum Kuningan, wadah silaturahmi orang-orang yang menjadi korban dari tragedi tersebut. Saat bertemu dengan para korban, Sucipto semakin menyadari bahwa luka yang dideritanya tidak lebih berat ketimbang rekan-rekannya senasib. Beberapa korban hanya tinggal nama akibat bom, dan lebih banyak lagi yang harus rela mengalami cacat seumur hidup. Dia mengharapkan dari paguyuban yang terbentuk, para korban bisa saling menguatkan, memberi semangat untuk terus mencapai prestasi dalam hidup.

“Itu yang menguatkan kita semua, bahwa kita harus ikhlas, dan ini musibah. Masih banyak yang lebih parah dari kita, dan kita saling membangun semangat di antara kita semuanya,” kata dia.

Sejak tahun 2015 Sucipto diamanahi untuk memimpin Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), organisasi yang mewadahi para korban aksi teror di seluruh Indonesia. Bersama para penyintas terorisme serta AIDA, Sucipto dan rekan-rekan melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak korban terorisme oleh Negara.

“Banyak derita korban yang harus kita bantu. YPI bersama AIDA terus memperjuangkan hak-hak korban yang belum terpenuhi, seperti medis dan segala macam. Di DPR kita juga berjuang untuk (mengusulkan perbaikan) undang-undangnya. Jadi, menurut saya, kita bermanfaat bagi orang lain itu lebih baik,” ujarnya.

Dalam kegiatan di SMAN 1 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu, Sucipto berpesan kepada siswa-siswi peserta Dialog Interaktif agar tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Bila kekerasan terus berlanjut menurutnya justru akan menimbulkan korban-korban lainnya. “Mari kita saling menghargai dan menghormati sesama. Jangan balas kekerasan dengan kekerasan. Ikhlas memaafkan. Ciptakan rasa damai untuk diri sendiri maupun orang lain,” pungkasnya. [AH]