Home Berita Menyemai Perdamaian di SMAN 4 Blitar
Berita - Pilihan Redaksi - 29/11/2019

Menyemai Perdamaian di SMAN 4 Blitar

Aliansi Indonesia Damai– Aula SMAN 4 Blitar tampak ramai dipenuhi para siswa, Senin (11/11) lalu. Kali ini mereka tidak belajar di kelas seperti biasa, melainkan akan berdialog interaktif bersama tim Aliansi Indonesia Damai (AIDA).

Peserta terdiri dari 50 pelajar dari berbagai latar belakang dan organisasi yang berbeda. 15 siswa di antaranya merupakan anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), 10 anggota Rohani Islam (RoHis), 10 pelajar non muslim, 10 siswa berprestasi dalam berbagai bidang, juga beberapa siswa berkebutuhan khusus.

Acara ini merupakan kegiatan pertama yang AIDA gelar di SMAN 4 Blitar. Saiful Anwar, Humas SMAN 4 Blitar mengucapkan terima kasih atas kepercayaan AIDA memilih sekolah ini. ”Kami yakin anak-anak pasti mendapatkan banyak ilmu pengetahuan bahkan pengalaman dari para narasumber yang tidak disampaikan di dalam kelas. Ini sangat penting untuk menambah wawasan siswa siswi kami,” ucapnya Anwar saat menyampaikan sambutan, mewakili kepala sekolah yang berhalangan hadir.

Baca juga Siswa SMAN 4 Blitar Siap Jadi Aktor Perdamaian

Hadir sebagai narasumber, yakni Kurnia Widodo, mantan narapidana teroris dan Christian Salomo, korban bom Kedutaan Besar Australia 2004. Kurnia menceritakan kisah hidupnya, dari mulai perjalanannya bergabung dengan kelompok ekstremis hingga memutuskan untuk bertaubat dan menyemai perdamaian. Namun ayah lima anak ini menegaskan bahwa kehadirannya di sini bukan untuk mengingat masa kelamnya, melainkan agar para siswa dapat belajar dari kisah hidupnya dan tidak jatuh pada lubang yang sama.

Usai Kurnia berbagi kisahnya, Christian menceritakan hari terkelam dalam hidupnya. Tepat 9 September 2004, seperti biasa, ia melakukan tugasnya sebagai security di Kedutaan Besar (Kedubes) Australia. Ia berdiri tepat di gerbang besar kedutaan. Tiba-tiba ada ledakan besar dari sebuah mobil.

”Suara ledakanya bahkan bisa terdengar hingga ke tanah abang, padahal lokasi ledakannya di Kuningan, cukup jauh. Saat itu jarak saya ke sumber ledakan sekitar 15 meter,” ujar Christian mengingat kejadian perih itu.

Baca juga Siswa SMKN 1 Blitar: Karena Perdamaian Itu Lebih Baik

Akibat ledakan itu, rahang Christian rusak, kakinya patah dan hancur, bahkan nyaris diamputasi. Ia sempat frustrasi, dalam pikirnya selalu terngiang-ngiang, ”Saya nggak mau jadi cacat, karena saya tulang punggung keluarga.”

Di tengah rasa putus asanya, kawan-kawan Christian datang mengunjungi dan menguatkannya. Saat itu, kesadarannya mulai kembali dan mencoba bangkit. Ia juga bertemu dengan korban-korban lainnya. Dari situ semangat hidupnya kembali tumbuh.

Christian berharap, kisah hidupnya dapat menjadi kekuatan bagi orang banyak. ”Di AIDA dipertemukan dengan mantan pelaku teror. Kami bekerja sama untuk bisa membagi cerita, menyadarkan banyak orang bahwa betapa berbahayanya dan menyakitkannya tindak kekerasan,” ucapnya.

Peserta bertanya kepada narasumber dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 4 Blitar.

Ketika pertama kali akan dipertemukan dengan mantan pelaku terorisme, Christian merasa keberatan. Namun ia berpikir, katanya, ”Jika saya tidak berdamai dengan diri sendiri dan pelaku, maka kisah hidup saya hanya akan menjadi kisah mengerikan saja, tak ada artinya.” Laki-laki kelahiran Yogyakarta ini akhirnya memaafkan pelaku dan mulai menyemai perdamaian melalui kisah pahit yang pernah dialaminya.

Siswa SMAN 4 Blitar mengaku belajar banyak dari kisah Kurnia dan Christian. ”Ketika kita jatuh dan terkena musibah, di situlah kita punya kesempatan untuk bangkit lagi. Pak Christian tertimpa musibah dan awalnya sulit memaafkan orang yang menyakitinya, namun ternyata Pak Christian mampu memaafkan,” ucap salah seorang siswi SMAN 1 Blitar usai mendengar kisah dari Christian. [FRN]

Baca juga Titik Balik Mantan Pelaku ke Jalan Damai

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *