Home Pilihan Redaksi Titik Balik Mantan Pelaku ke Jalan Damai

Titik Balik Mantan Pelaku ke Jalan Damai

Aliansi Indonesia Damai- Apa yang dibayangkan Kurnia Widodo tentang jihad ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Pada mulanya, ia bergabung dengan sebuah jemaah pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Ia merasa jiwanya kering akan ajaran agama. Jemaah tersebut kemudian mengklaim sebagai kelompok jihad yang akan membela kaum muslimin. Namun, romantisisme jihad yang terbangun di pikirannya berangsur runtuh setelah ia menyadari berbagai aktivitas kelompoknya sangat kontradiktif dengan ajaran Islam.

Kurnia menceritakan pengalamannya tersebut dalam sebuah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di sebuah sekolah di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur Agustus lalu. Ia mengungkapkan, sejak SMA dirinya sudah tertarik dengan pemahaman agama yang tidak pernah diajarkan di sekolahnya, seperti konsep jihad, khilafah, dan sebagainya. Seorang teman sekelasnya kemudian mengajaknya untuk mengikuti sebuah kajian eksklusif di Bandar Lampung, yang belakangan ia ketahui sebagai Negara Islam Indonesia (NII).

Cukup lama Kurnia bergelut di kelompok tersebut. Ia membeberkan bahwa doktrin-doktrin NII banyak yang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Salah satunya, ia harus kembali mengucapkan syahadat agar keislamannya menjadi baru, murni, dan tidak dikotori oleh keyakinan lain. Bagi kelompok ini, keislaman Kurnia sebelumnya adalah keislaman yang tidak jelas. “Waktu itu saya disuruh syahadat, syahadat ulang, terus tidak makan daging yang dijual di pasar, karena menganggap masyarakat tidak jelas keislamannya,” ujarnya.

Baca juga Dari Jalan Kekerasan, Menjadi Duta Perdamaian

Kurnia sempat mempelajari cara merakit bom secara otodidak. Dengan keahlian merakit bom, ia bersama teman-temannya berencana melakukan aksi teror di beberapa daerah di Indonesia. “Tujuan saya membuat bom, karena dulu saya berpikir umat Islam ditindas dan saya harus membalas,” katanya. Namun, rencana aksi teror Kurnia terendus oleh aparat. Ia dan kawan-kawannya sejaringan ditangkap. Bahan-bahan untuk membuat bom yang disimpan di sebuah rumah kontrakan di daerah Cibiru, Bandung pun diamankan aparat. Karena ulahnya ia divonis 4 tahun hukuman penjara.

Selama di dalam penjara, Kurnia mengevaluasi orientasi hidupnya. Ia mengaku tersentuh perasaannya saat menyadari istri dan anak-anaknya terpaksa menjalani kehidupan tanpa kasih sayang dan perlindungan seorang kepala keluarga. Ia juga menerima masukan dari berbagai pihak yang secara berangsur bisa melunturkan pemahaman ekstremnya.

“Di penjara saya bertemu dengan ustaz-ustaz yang berbeda pemahaman dengan pemikiran ustaz saya sebelumnya, yaitu Aman Abdurrahman, ternyata dalil-dalilnya bisa dibantah,” ungkapnya. Selanjutnya Kurnia mengalami semacam pembalikan logika sosial, di mana sipir yang ia nyatakan kafir, justru bersikap baik terhadapnya. Kurnia menceritakan, “Saya banyak berdialog dengan sipir, justru mereka meminta nasihat kepada saya ketika ada masalah.” Hal itulah yang membuat Kurnia merasa ajarannya selama ini tidak masuk akal. Selama ini kelompoknya memvonis aparat-aparat pemerintah sebagai anshorut thogut atau penolong kekafiran. Namun di sisi lain, mereka justru mau berdialog dengannya.

Baca juga Mantan Pelaku Tekankan Generasi Muda Jaga Perdamaian

Ternyata perubahan Kurnia menyebabkan ia dimusuhi oleh kelompoknya. Ia mendapatkan perlakuan yang buruk dari sesama narapidana teroris bahkan pernah dipukuli. Bukannya surut, malah hal itu makin menguatkan dia. Hal ini tidak sesuai dengan keadaan manusia secara alami bahwa dasar manusia tidak suka terhadap kekerasan. Di dalam Islam pun tidak dibenarkan cara-cara kekerasan. “Karena saya berbeda pemahaman dengan yang lain, saya sering menerima kekerasan, saya pernah dicekik dan ditendang,” terang Kurnia kepada para peserta. 

Setelah menjalani hukuman, ia pun bebas dari penjara dengan pemahaman keagamaan yang berbeda dari sebelumnya. Suatu hari ia difasilitasi oleh AIDA bertemu dengan korban. Kisah demi kisah ia simak dari para korban, sehingga hati nuraninya pun terketuk dan meminta maaf kepada korban. “Saya merasa bersalah terhadap korban, waktu itu kita tidak memikirkan efek yang akan terjadi, tidak peduli collateral damage dari bom yang kita buat,” ujarnya dengan perasaan bersalah.

Baca juga Kunci Perdamaian Adalah Persaudaraan

Peristiwa-peristiwa tersebut semakin menguatkannya untuk berubah. Syariat Islam yang diyakininya justru sudah diterapkan di negara ini. Bagi Kurnia, Indonesia dengan sistem demokrasinya telah berjalan dengan damai sesuai dengan ajaran Islam. Sejarah masuknya Islam di Indonesia juga datang dengan damai. “Islam datang ke Indonesia dengan cara-cara damai,” demikian pernyataannya di hadapan para siswa di Probolinggo.

Menurut Kurnia, manusia secara alamiah sesungguhnya mencintai hidup yang damai, dan salah satu yang menyebabkan hilangnya perdamaian adalah segala tindakan kekerasan yang menghilangkan hak hidup manusia. “Manusia tidak punya hak menghilangkan nyawa orang tanpa alasan,” tegasnya. Saat ini, Kurnia bergabung dengan Tim Perdamaian AIDA untuk berbagi kisah perjalanan hidupnya kepada orang lain. Ia berharap, pengalamannya meninggalkan jalan kekerasan menuju ke jalan perdamaian bisa menginspirasi orang agar lebih peduli terhadap perdamaian.

Baca juga Pesan Perdamaian untuk Generasi Muda Bangsa

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *