Jadi Korban Bom Teroris, Nurman Permana, Bangkit dan Ikhlas
Aliansi Indonesia Damai – ”Melalui tragedi bom itu saya jadi semakin ikhlas menjalani hidup. Ini adalah kehendak Allah, ini adalah kasih sayang-Nya, saya harus ikhlas, saya harus terima,” ungkap Muhammad Nurman Permana saat mengisi acara Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di MAN 2 Kota Serang, beberapa bulan lalu.
Laki-laki yang biasa dipanggil Permana ini merupakan penyintas Bom Thamrin, pada 14 Januari 2016. Sehari sebelum peristiwa terjadi, ia bersama kakak angkatnya, Agus Kurnia, masih sempat mengunjungi kediaman orangtuanya di Bojonggede, Bogor. Ia mengaku rindu dengan kedua orangtuanya karena saat itu ia bekerja dan tinggal di Jakarta.
Kendati demikian, setelah kembali ke Jakarta, tiba-tiba Permana ingin mengunjungi gerai sebuah operator seluler yang terletak di kawasan Sarinah, Jalan Thamrin karena hendak memperbaiki sim card handphonenya. Akan tetapi, kakak angkatnya justru merasa heran dan berkata, ”Emang harus banget hari ini, ya?” Meski kakaknya keberatan, ia memaksa, ”Iya, pokoknya harus hari ini.”

Mendengar keinginan Permana yang begitu kuat, Agus pun luluh dan menemaninya menuju gerai operator seluler tersebut. Setelah urusan itu selesai, mereka menuju zebra cross untuk menyeberangi jalan. Meskipun ada Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di dekat mereka, entah mengapa mereka lebih memilih menyeberang lewat zebra cross saat itu.
Tiga detik kemudian, hal yang tak pernah mereka duga pun datang. Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang diikuti kepulan asap di Kedai Kopi Starbuck. Mereka berdua belum menyadari bahwa ledakan itu adalah bom. Bahkan Agus menyangka ledakan itu suara tabung gas yang meledak. Permana tidak langsung percaya ucapan kakaknya, ia yakin itu bukanlah gas. ”Loh bukan kak, itu bom,” ucap Permana pada kakaknya.
Mereka saat itu berada di samping pos polisi di depan Sarinah. Dugaan Permana terbukti benar saat ia mendengar seorang anggota polisi yang berada di pos tersebut mengabarkan peristiwa bom kepada kawannya melalui handy talky (HT). ”Telah terjadi ledakan di Starbuck Sarinah….” belum juga selesai kalimat itu, tiba-tiba terdengar lagi suara ledakan keras, kali ini tepat di pos polisi.
Baca juga ”Saya Bersyukur Merasa Hidup Kembali”
Tubuh Permana dan Agus langsung terpental. Mereka bahkan terpisah. Asap mengepul di sekitar mereka.
Permana tak bisa berpikiran jernih, seolah tak menyadari bahwa ledakan itu adalah bom. Ia juga tak menyadari ada serpihan bom berupa baut yang masuk ke lengan dekat ketiaknya. Yang ia rasakan saat itu hanyalah rasa sakit yang luar biasa di bagian telinga.
Di tengah kepanikan, Permana sempat melihat polisi yang berbicara melalui HT terluka parah. Kaki kirinya terluka hingga tampak sebagian tulangnya. ”Kalau kalian pernah liat film zombie, kakinya tinggal daging-daging begitu,” ungkapnya.
Sudah Digariskan
Permana berusaha bangkit dengan segenap tenaga. Ia menghampiri mobil yang terparkir di dekatnya dan melihat pantulan tubuhnya melalui kaca mobil. Rupanya, pakaian yang dikenakan penuh bercak darah. Bahkan ada banyak potongan-potongan kecil daging yang menempel di celananya. Namun ia berpikir, itu adalah percikan darah dari korban lainnya, bukan darahnya.
Baca juga Penyintas Bom Kampung Melayu: Saya Bangkit Demi Ibu
Di tengah kebingungan mencari sang kakak, tiba-tiba seorang ibu-ibu memanggil dan menyuruhnya duduk. Permana pun segera duduk dan meminta orang di sekitar untuk memanggil ambulans karena ia tak bisa lagi menahan rasa sakit di gendang telinga. Namun bukannya segera memberikan pertolongan, orang-orang di sekitarnya justru sibuk merekam dan memotret keadaan Permana.
Selang beberapa menit, kakak angkat Permana melintas di hadapannya. Ia memanggil sang kakak namun tak mendengar. Ia memanggil lagi dengan suara lebih keras hingga kakaknya menyadari keberadaannya. Permana merasa bersyukur kakaknya selamat, meskipun kakinya penuh darah dan sepatu yang digunakannya hanya tinggal satu.
Mereka berdua akhirnya berjalan dan mencari pertolongan. Lalu ada seorang ibu yang lewat dan menolong mereka, ia akhirnya membawa kakak beradik itu ke Puskesmas Kebon Kacang, Tanah Abang.
Baca juga Sarbini Tak Menyerah dari Musibah
Akibat ledakan tersebut, Permana mengalami sejumlah luka di tubuhnya. Tangan kirinya sempat mati rasa karena baut yang masuk ke ketiak kiri belakang. Ia juga mengalami luka di telinga, gendang telinganya bengkak dan memerah. Bahkan lukanya sudah mengenai saraf.
Hingga saat ini pendengaran Permana tidak bisa pulih 100% seperti sedia kala. Ia masih sering mendengar bunyi-bunyian di telinganya. Permana juga sempat dioperasi kecil dan dirawat inap di rumah sakit selama beberapa hari.
Laki-laki kelahiran 11 Desember 1992 ini mengaku peristiwa itu mengajarkannya untuk selalu berhati-hati dalam setiap keadaan. Sempat terbesit di pikirannya, ”Kok saya yang kena, saya sudah berusaha untuk hati-hati?” Tetapi akhirnya menyadari bahwa semua yang terjadi adalah skenario Allah, ia harus bangkit dan menerimanya sebagai jalan hidup.
Melalui peristiwa itu, Permana juga menjadi lebih ikhlas menjalani hidup dan mudah memaafkan. Ia meyakini, segala sesuatu yang terjadi sudah digariskan oleh Allah SWT. Bahkan ia juga merasakan bahwa musibah yang menimpanya adalah wujud kasih sayang Allah kepadanya. Karena baginya, ikhlas membuat hidup lebih bermakna.