Menumbuhkan Iklim Perdamaian di Kampus
Aliansi Indonesia Damai- Mahasiswa termasuk kelompok rentan terpapar ekstremisme kekerasan. Sejumlah aksi terorisme mutakhir banyak dilakukan oleh pelaku yang tergolong masih muda, sebagian berstatus mahasiswa. Perguruan Tinggi diharapkan mampu menjaga iklim perdamaian agar mahasiswa dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan perdamaian di Indonesia.
Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, mengatakan hal itu saat memberikan sambutan dalam acara Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, Senin (19/4/2021). Menurut Riri, pemuda seringkali tergiur dengan narasi-narasi ekstremisme karena mereka masih dalam proses pencarian jati diri. “Secara psikologis kondisinya masih labil dan mencari eksistensi. Ada beberapa kasus yang membuat kita sedih dan prihatin akan keterlibatan generasi milenial dalam tindakan terorisme belakangan ini,” katanya.
Baca juga Dialog Mahasiswa Universitas Peradaban dengan Mantan Napiter
Kegiatan tersebut digelar AIDA bekerjasama dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Hasyim Asy’ari Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto secara daring. Di hadapan seratus lebih mahasiswa yang hadir, Riri mengingatkan pentingnya menjaga iklim perdamaian di lingkungan kampus. “Generasi milenial kita harapkan menjadi generasi unggul, yang mencintai perdamaian, menumbuhkan dan menyuburkan tradisi hidup damai di lingkungan kampus,” tuturnya.
Peristiwa terorisme di depan Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri Jakarta yang dilakukan oleh pemuda beberapa waktu lalu menjadi alarm bagi semua pihak agar lebih mawas terhadap ancaman ekstremisme. Menurut Riri, narasi-narasi ekstremisme banyak menyasar pemuda melalui media sosial. Ia pun meminta mahasiswa untuk lebih cermat mengonsumsi informasi-informasi di media sosial.
Baca juga Mengenalkan Perspektif Korban kepada Mahasiswa
“Memang generasi milenial menjadi sasaran dan korban aksi ini. Kita semua harus berhati-hati dalam bergaul, berteman, dan mengikuti pengajian, apalagi generasi milenial melekat erat dengan teknologi dan media sosial,” ujar aktivis perempuan asli Rembang itu.
Oleh sebab itu dalam pandangan Riri, literasi digital sangat penting ditingkatkan bagi kalangan mahasiswa. Kesadaran dan nalar kritis dapat menjadi pijakan untuk memfilter narasi-narasi kekerasan di media sosial. “Kita semua harus memiliki kesadaran penuh dan daya kritis sehingga memiliki ketangguhan terhadap ajakan-ajakan atau pesan-pesan yang aneh-aneh di media sosial,” ungkapnya.
Baca juga Belajar dari Kehidupan Korban Kekerasan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PMII Komisariat Hasyim Asy’ari, Nur Khakim, berharap kegiatan ini dapat menjadi ikhtiar bersama dalam menangkal paham-paham ekstremisme di lingkungan kampus. Ia juga mengajak mahasiswa untuk mengambil hikmah dari kisah pertobatan mantan pelaku dan ketangguhan korbannya.
“Semoga dengan bedah buku ini kita tidak hanya menambah ilmu, tetapi juga dapat memperkuat perdamaian di tengah-tengah masyarakat. Mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmah dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. [AH]
Baca juga Membangun Perdamaian di Universitas Peradaban Bumiayu