Dialog Siswa SMAN 4 Surakarta dengan Penyintas Bom Kuningan
Aliansi Indonesia Damai- ”Bagaimana Bapak bisa ikhlas dan memaafkan pelaku kejadian tersebut? Mungkin jika saya yang mengalami hal tersebut, rasa dendam atau rasa tidak terima pasti ada.” Pertanyaan sekaligus pernyataan itu diungkapkan salah seorang peserta Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang dilaksanakan AIDA di SMAN 4 Surakarta, akhir Agustus lalu.
Objek pertanyaan adalah Christian Salomo, korban Bom Kuningan 2004, yang menjadi salah satu narasumber kegiatan tersebut. Sebelumnya ia mengisahkan musibah yang menimpanya saat bekerja sebagai petugas keamanan di kantor Kedubes Australia di Jakarta, pada 9 September 2004. Akibat peristiwa itu, ia menderita sejumlah cedera hingga mengharuskannya menjalani perawatan cukup lama.
Baca juga Ketangguhan Penyintas di Mata Siswa SMAN 2 Surakarta
Kendati sempat merasa sangat marah terhadap para pelaku pengeboman, seiring waktu Christian memilih untuk berdamai dengan kenyataan. Menanggapi pertanyaan di atas, Christian mengatakan, belajar dari pengalaman hidupnya, marah dan dendam hanya akan membawa kesakitan dan betul-betul bisa menjadi penyakit.
“Saya merasa tanpa memaafkan kita tidak akan bisa menjadi manusia yang lebih baik. Marah dan dendam tidak akan mengubah apa pun. Justru membuat dunia ini semakin buruk dan membuat kita semakin terpuruk,” ujarnya.
Baca juga Menyemai Bibit Perdamaian di SMAN 4 Surakarta
Menurut dia, kebencian dan peperangan memberikan efek yang sangat mengerikan bagi siapa pun. Ia tidak ingin Indonesia menjadi negara dengan konflik peperangan seperti yang terjadi di negara-negara timur tengah.
“Perdamaian ini begitu indah. Dengan utuhnya persatuan kita, kedamaian di negeri kita, kita bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan luar biasa tanpa kecemasan dan tanpa ketakutan. Itu untuk skala besar. Dari saya sendiri, saya mulai dengan ikhlas memaafkan,” katanya.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 4 Surakarta dengan Mantan Ekstremis
Seorang peserta lain yang merasa miris atas musibah yang menimpa Christian mengaku mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga dari pengalaman hidupnya. Bahwa pilihan sikap untuk memaafkan kesalahan orang lain bukanlah hal yang buruk. “Memaafkan itu seperti melepaskan beban dari diri kita sendiri, melepaskan racun dari diri kita sendiri,” ujarnya.
Di akhir sesi, Hasibullah Satrawi, Ketua Pengurus AIDA, mengingatkan kepada para peserta untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Ia juga memberikan penguatan tentang pembelajaran yang diambil dari kisah Christian.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 5 Surakarta dengan Korban Bom Bali
“Orang yang tangguh bukanlah orang yang tidak pernah bersedih. Orang yang tangguh adalah orang yang mampu mengubah tangisan menjadi kebangkitan dan membangkitkan orang lain. Bagaimana awalnya Pak Chris dendam, namun kemudian mau memaafkan dan bahkan bekerja sama dengan mantan pelaku untuk perdamaian masa depan,” ujarnya. [SWD]
Baca juga Dialog Siswa SMAN 5 Surakarta dengan Mantan Ekstremis