02/03/2022

Pembangunan Karakter Melalui Buku Cerita Anak

Oleh: Ananda Fitria Ramadhanti
Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Pendidikan merupakan instrumen yang amat penting dalam proses pembentukan karakter anak. Tujuannya tentu menghasilkan SDM yang berkualitas. Guru atau orang tua selaku pihak yang berperan utama dalam mendorong dan memengaruhi karakter anak dapat menggunakan berbagai media pendukung. Salah satunya buku cerita anak yang di dalamnya mengandung pengayaan kepribadian.

Buku cerita anak biasanya dilengkapi dengan gambar-gambar yang mengandung nilai positif dalam proses penanaman karakter, selain hikayat-hikayat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tujuan visualisasi melalui gambar kartun adalah menarik minat baca anak. Guru atau orang tua dapat terlibat menjelaskan kepribadian-kepribadian yang terkandung dalam buku cerita. Guru atau orang tua juga dapat memahami karakter masing-masing anak melalui tanggapan-tanggapan yang diberikan.

Baca juga Isra’ Mi’raj dan Kepekaan Empati Kita

Salah satu contoh buku pengayaan kepribadian adalah Beruang Kutub dan Panda, karya Matthew J. Baek. Inti buku tersebut mengajarkan bahwa perbedaan merupakan hal yang menarik dan unik, bukan menjadi halangan untuk membentuk sekaligus mengeratkan tali persaudaraan dengan orang lain. Guru atau orang tua dapat memberikan pemahaman pada anak bahwa kita tetap dapat bersatu meski dalam perbedaan. Tentu masih banyak buku pengayaan kepribadian lain yang dapat membentuk karakter anak sejak dini.

Aspek-aspek yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, antara lain kesadaran, kemampuan menilai, memiliki sikap pengertian, serta kemampuannya dalam memecahkan masalah, baik secara individual maupun kelompok (Munthe & Halim, 2019).

Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bagian 1)

Aspek-aspek tersebut merupakan fondasi bagi anak untuk menjalani kehidupan di masa berikutnya. Dengan penanaman pendidikan karakter sejak dini, anak diharapkan memiliki perilaku yang baik dan bermoral sesuai dengan lokasi di mana ia tinggal, menjadi manusia cerdas dan berakhlak mulia.

Dalam konteks ini, guru atau orang tua memainkan peran penting dengan menempatkan diri sebagai pengarah sekaligus pembina dalam rangka mengembangkan karakter anak. Kemampuan guru atau orang tua dalam berkomunikasi dengan anak menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan karakter.

Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag.2)

Guru atau orang tua harus bisa menyampaikan gagasan dengan sebaik mungkin agar menghindari multitafsir. Selain itu juga harus memiliki sikap yang terbuka dengan menampung apa yang menjadi keluh kesah anak dan memberikan saran yang tepat kepada setiap anak.

Pengayaan literasi melalui buku cerita anak dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk anak-anak yang belum bisa membaca, guru atau orang tua dapat menjadi pembaca. Menjadi pembaca cerita bukanlah tugas yang mudah karena harus menata strategi agar anak tidak merasa jenuh dan bosan. Dalam konteks ini, alat bantu atau alat peraga dapat digunakan untuk mendukung visualisasi cerita. Setelah pembacaan cerita, guru atau orang tua dapat meminta tanggapan anak atas isi cerita. Pada akhir sesi, guru atau orang tua menyampaikan pesan-pesan moral apa saja yang dapat diambil dari cerita tersebut.

Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag.3)

Sementara untuk anak yang sudah lancar membaca, guru atau orang tua dapat menjadi pengarah dan pembimbing. Dalam sehari, anak ditugaskan untuk membaca 1 buku cerita. Kemudian anak diminta merefleksikan isi cerita dan pesan moral dari buku tersebut. Setelah itu bisa didiskusikan mengenai perilaku apa saja yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan cerita yang telah dibaca.

Buku cerita memiliki banyak manfaat. Pertama, anak akan memiliki sikap dan karakter yang baik. Buku cerita anak mengandung banyak pesan moral. Apabila guru atau orang tua berhasil menyalurkan literasi pengayaan kepribadian tersebut, niscaya anak dapat menyerap pesan moralnya dan dapat menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bag. 4-terakhir)

Kedua, buku cerita dapat mengembangkan daya imajinatif anak. Anak dapat mengeksplorasi setiap hal yang ada pada cerita tersebut.

Ketiga, anak lebih kreatif dalam memecahkan persoalan. Dalam buku cerita tersaji beragam pemecahan masalah atas konflik yang ada. Setiap persoalan tidak diselesaikan dengan satu solusi saja, melainkan banyak opsi.

Keempat, memerkenalkan banyak hal baru kepada anak. Buku cerita menyediakan banyak pengalaman baru kepada anak. Pengalaman baru dapat membuka daya pikir anak bahwa dunia yang sedang mereka geluti bukan hanya dunia yang saat ini mereka alami aja, melainkan banyak sekali dunia di luar sana.

Baca juga Istikamah dalam Perdamaian: Support System untuk Mendukung Pertobatan Mantan Pelaku

Hal tersebut dapat memacu siswa untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi mendorong anak lebih bahagia karena menurunkan kadar kecemasan. Selain itu anak juga cenderung memiliki rasa empati dan pengertian yang tinggi pada lingkungan sekitar.

Dengan rasa empati dan pengertian yang tinggi, anak akan mudah berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain di sekitarnya. Dengan begitu akan menumbuhkan sikap supel dalam berinteraksi dengan orang lain. Perlahan karakter anak pun akan terbentuk seiring waktu.

Baca juga Ekstremisme Berlawanan dengan Fitrah Manusia: Refleksi Mantan Pelaku

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *