Keakraban, Kedamaian dan Pesona Bromo
Pegunungan Tengger, tidak melulu tentang pemandangan eksotis Gunung Bromo dan pesona keindahan lautan pasir yang menakjubkan. Lebih dari itu, Bromo juga menyuguhkan keakraban dan kedamaian.
Di sela-sela kunjungan AIDA ke beberapa sekolah di Kabupaten Probolinggo (September 2019), tim perdamaian AIDA melepas penat dengan menikmati segarnya udara dingin dan hijaunya savana Bromo. Tampak keakraban dan jalinan persaudaraan di antara tim, termasuk mantan pelaku terorisme, Kurnia Widodo dan korbannya, Ni Luh Erniati. “Ayo kita foto bersama pak Kurnia, foto bareng-bareng tim perdamaian yuk,” kata Erni sembari menampakkan wajah yang berseri-seri.
Sesaat kemudian, mereka berdua mengambil pose bersama anggota tim perdamaian lainnya, yakni Reni A. Sitania dan Naila. Kurnia memposisikan diri di belakang Erni, Naila dan Reni. Sementara Erni, seolah tidak mau kalah, memilih merangkul Reni. Naila yang berada di antara keduanya merapatkan tubuh dan tersenyum lebar. Dinginnya suhu di Bromo, sangat berkebalikan dengan kondisi kami. Mereka semua sangat ramah dan saling menyambut hangat setiap canda tawa yang sesekali kami lontarkan di sela-sela pengambilan gambar.

Sekilas tak ada yang unik dari foto bersama itu. Mereka tampak seperti teman akrab, namun sesungguhnya mereka memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Secara kasat mata, kebersamaan mereka hampir mustahil dipersatukan. Pasalnya, bagaimana mungkin seorang pelaku terorisme bisa bertemu, bahkan menjalin persaudaraan yang akrab dengan korban terorisme. Namun demikian, begitulah adanya, di antara mereka justru terjalin hubungan erat bak ikatan saudara.
Erni sendiri termasuk salah seorang korban tidak langsung ledakan bom Bali pada tahun 2002 silam. Ia kehilangan suami karena meninggal dunia akibat ledakan bom di Pulau Dewata itu. Begitu pula Reni, termasuk korban tak langsung dari ledakan bom di depan Kedutaan Australia, Jakarta tahun 2004. Ia kehilangan seorang kakak yang terkena musibah bom hingga meninggal dunia.
Meskipun peristiwa itu telah berlangsung cukup lama, namun raut wajah dan perasaan keduanya setiap kali menceritakan kisahnya, tampak masih ada kesedihan. Bahkan tak jarang isak tangis mengalir di sekitar pipi Reni ketika menceritakan ulang kejadian yang menimpa orang yang begitu ia cintai.
Baca juga Mendalami Makna Perdamaian
Jika Reni dan Erni adalah korban, Kurnia adalah sosok berbeda. Ia merupakan mantan narapidana kasus terorisme yang saat ini telah tersadarkan berkat perjumpaannya dengan korban. Pada tahun 2010, ia dihukum di balik jeruji. Namun, setelah masa kurungan itu berhasil ia lewati, Kurnia memilih meninggalkan dunia kekerasan dan kini meniti jalan perdamaian. Kurnia, Erni dan Reni, mereka semua menjadi tim perdamaian AIDA untuk mengampanyekan perdamaian di kalangan pemuda di sekolah-sekolah.
Kunjungan Tim Perdamaian AIDA di obyek wisata Bromo bukanlah sekedar jalan-jalan. Acara itu juga sebagai wadah untuk merefleksikan pikiran dari rutinitas kegiatan yang padat. Selain itu, meski bukan kali pertama kali bertemu, tidak dapat dimungkiri, perasaan kaku dan segan bisa datang di antara Kurnia, Erni, Reni maupun Tim AIDA. Team building diperlukan untuk menghilangkan kekakuan, sekaligus meningkatkan kearaban sehingga melahirkan sikap saling percaya di antara anggota Tim.
AIDA berusaha melakukan team building antar korban dan mantan pelaku terorisme untuk menghindari rasa jenuh selama bertugas di lapangan. Sebagaimana lazimnya, rasa jenuh dapat merusak semangat dan kerjasama tim. Tidak hanya itu, AIDA berusaha membangun kebersamaan melalui momen-momen berkesan antarsesama korban dan mantan pelaku, sehingga jiwa selalu terasah dan tidak mati rasa.
Baca juga Tiga Kisah Kebangkitan Penyintas
Kita meyakini, jiwa yang terasah tidak akan mati rasa, justru akan selalu melahirkan sikap kedewasaan dalam melihat segala persoalan yang ada. Dari sisi korban, kedewasaan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pemaafan kepada mantan pelaku, dengan tanpa rasa terpaksa. Begitu pula sebaliknya, dari sisi mantan pelaku, sikap kedewasaan tercermin dari permintaan maaf dengan tulus dan keinginan untuk menjadi lebih baik.
Jiwa-jiwa yang tidak mati itu akan senantiasa menatap keterpurukan tidak saja dari sisi kesedihan saja, namun juga akan diiringi optimisme kebangkitan. Sebagaimana menurut Erni, ledakan bom memang membuatnya kehilangan sebuah cinta, namun kini, setelah masa suram yang terjadi padanya, Erni menemukan seribu cinta.
Barangkali di antara seribu cinta itu, adalah jalinan kasih dan persaudaraan antar Erni dan Kurnia, atau mungkin rasa cinta dengan sejumlah korban lainnya. Cinta mereka menjadi sumber inspirasi bagi AIDA untuk terus melangkah menggelar kampanye-kampanye perdamaian di Indonesia. Cinta mereka makin tumbuh subur di antara megahnya pesona Bromo dan segala keindahan di sekitarnya. [MSH]
Baca juga Ketika Korban dan Pelaku Berpelukan