Korban Peduli Korban

Aliansi Indonesia Damai- Kebanyakan korban terorisme merupakan orang-orang yang bukan menjadi target kelompok teroris. Mereka bisa jadi berasal dari warga sipil yang tidak tahu apa-apa dan tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kelompok teror. Sebagian korban ada yang hanya kebetulan tengah lewat, sebagian lainnya adalah pekerja di sekitar tempat ledakan terjadi.

Salah seorang korban Bom Kedutaan Besar Australia, 9 September 2004 silam, Zaidin Zaenal tidak pernah menyangka akan menjadi korban terorisme. Dalam sebuah kegiatan yang diselenggarakan AIDA di Kota Surabaya, Zaenal mengisahkan, ketika itu hari Kamis pagi ia berangkat menuju tempat bekerja seperti biasa. Zaenal adalah seorang pegawai swasta yang berkantor di Menara Gracia, tepat di sebelah kiri kantor Kedubes Australia.

Baca juga Menebar Kasih Sayang Mengubur Dendam

Sesampainya di kantor, ia menempati ruang kerjanya yang berada di lantai 5. Posisi tempat duduknya persis bersebelahan dengan gedung Kedubes Australia. Sekitar pukul 10.05 WIB, saat ia tengah fokus dengan pekerjaannya, ledakan dahsyat terjadi hingga menghancurkan dinding kaca yang berada di belakangnya. Bahu Zaenal pun tak luput dari pecahan kaca yang hancur berhamburan. Akibatnya, Zaenal mengalami luka di bahunya yang cukup parah.

Ia pun bergegas mengikuti jalur evakuasi tangga darurat bersama banyak karyawan lainnya. Zaenal melihat banyak sekali rekan kerjanya yang juga mengalami luka akibat pecahan dinding kaca. Saat keluar gedung, ia menyaksikan kondisi situasi mencekam dan berantakan. Banyak orang yang bergelimpangan, baik dalam kondisi sadar maupun tidak lagi bergerak. Gedung, mobil dan fasilitas umum pun terlihat porak poranda.

Zaenal bergegas menuju rumah sakit terdekat, yaitu RS Metropolitan Medical Centre (MMC). Karena mendapatkan luka yang cukup serius, ia harus mendapatkan 9 jahitan. Usai perawatan, Zaenal diminta mengisi buku data pasien korban bom. Dari buku itu namanya muncul dalam daftar korban bom yang disiarkan oleh saluran berita televisi. Keluarga besarnya mengaku sangat shock menerima informasi itu. Apalagi sang istri tak bisa menghubunginya melalui telepon.

Baca juga Ketangguhan Sejoli Penyintas Bom Kuningan

Tak hanya keluarga di rumah, berdasarkan penuturan Zaenal, sejumlah keluarganya di berbagai kota turut khawatir atas keadaannya. “Keluarga besar saya baik yang di rumah, di Bengkulu, maupun di Solo, semuanya histeris karena nama saya terdaftar sebagai korban luka di TV,” ungkap Zaenal.

Dari rumah sakit, bukannya pulang ke rumah, Zaenal malahan kembali lagi ke lokasi kejadian untuk memastikan rekan-rekannya mendapatkan pertolongan. Ia berkoordinasi dengan atasan dan karyawan divisi lainnya. Setelah memastikan tugas dan kewajibannya tuntas, ia baru memutuskan pulang ke rumah setelah pukul 5 sore.

Ledakan tersebut tidak hanya melukai fisik Zaenal, namun juga meninggalkan trauma baginya. Dua minggu setelah ledakan, ia mengalami rasa takut yang berlebihan hingga sulit untuk tidur. Ia juga mengaku trauma bila mendengar suara-suara ledakan, bahkan kepalanya mendadak pusing. Seiring berjalannya waktu, ia dikunjungi oleh sebuah yayasan yang menyalurkan bantuan untuk korban bom. Namun Zaenal menolak bantuan tersebut. Selain merasa bahwa dirinya sudah membaik, ia juga menyadari bahwa masih banyak korban lain yang lebih membutuhkan bantuan tersebut. Saat ini, dalam beberapa kesempatan bersama Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) dan AIDA, Zaenal masih menyambung silaturahim sekaligus saling support dengan korban bom lainnya.

Baca juga Meneladani Pemaafan Nabi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *